Edisi.co – Berdasarkan data Bloomberg nilai tukar rupiah hari ini Rabu (25/5/2022) ditutup menguat seiring pelemahan Dolar AS hari sebelumnya.
Nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,08 persen atau 11 poin sehingga parkir di posisi Rp14.661,00 per dolar AS.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun bisa ditutup menguat di rentang Rp14.650 – Rp14.690 per dolar AS.
Investor saat ini menunggu risalah dari pertemuan The Fed yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu (25/5/2022). Di hari yang sama, Reserve Bank of New Zealand akan memberikan keputusan kebijakannya. Kemudian pada hari selanjutnya menyusul Bank of Korea.
baca juga: Kabar Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS, Ada Zona Hijau
Ibrahim juga menyatakan bahwa para pelaku pasar tengah menunggu IMP manufaktur global lainnya.
Di sisi lain, Presiden Sentral Eropa Christine Lagarde menyampaikan ada kemungkinan kenaikan suku bunga deposito di kawasan Euro dari wilayah negatif pada akhir September 2022.
“Sementara itu, ada sedikit tanda positif untuk ekonomi global, dengan kota Shanghai di China diperkirakan akan segera mencabut pengunciannya dan komentar Presiden AS Joe Biden awal pekan ini tentang kemungkinan pelonggaran perang perdagangan dengan China mengangkat sentimen risiko pada dolar,” papar Ibrahim dalam risetnya, Selasa (24/5/2022).
Di sisi lain, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan tetap berada di level 3,5 persen, meski inflasi Indonesia melesat di level 3,47 persen.
Mengutip Antara, Indeks dolar AS jatuh mencapai level terendah hampir satu bulan pada akhir perdagangan Selasa (24/5/2022) waktu setempat, setelah Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde mengatakan suku bunga zona euro kemungkinan akan berada di wilayah positif pada akhir kuartal ketiga, memberikan euro sebuah dorongan.
Komentar Lagarde menyiratkan peningkatan setidaknya 50 basis poin pada suku bunga simpanan ECB dan memicu spekulasi kenaikan yang lebih besar musim panas ini untuk melawan lonjakan inflasi terkait kenaikan harga energi, yang disebabkan perang di Ukraina dan stimulus sektor publik besar-besaran setelah dimulainya pandemi virus corona. (*)