
Nilai tukar rupiah edisi hari ini diprediksi masih dibayangi oleh penguatan dolar AS pada perdagangan awal pekan ini, Senin (11/7/2022).
EDISI.CO – Nilai tukar rupiah ditutup Rp14.566 di akhir pekam Jumat (10/6/2022) terhadap dolar AS.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pada hari ini rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun cenderung ditutup melemah di rentang Rp14.550 – Rp14.610 per dolar AS.
“Dari sisi internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu yang paling resilien di tengah berbagai risiko global yang mengalami peningkatan,” jelasnya dalam riset harian, dikutip Jumat (10/6/2022).
Dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) Juni 2022, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di tingkat 5,1 persen untuk 2022 atau hanya turun 0,1 poin persentase (pp) dari proyeksi sebelumnya.
Proyeksi tersebut masih berada dalam kisaran outlook Pemerintah yakni 4,8 persen hingga 5,5 persen.
Dalam laporan tersebut, Bank Dunia mengemukakan bahwa perekonomian Indonesia akan mendapat dorongan dari kenaikan harga komoditas.
baca juga: Nilai Tukar Rupiah di Rentang Rp14.800 per Dolar AS
Lebih lanjut, Pemerintah berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dengan membuat situasi pandemi menjadi kondusif sehingga memberikan kenyamanan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonominya.
Salah satu caranya dengan mendorong vaksinasi yang kini sudah mencapai 74,2 persen populasi untuk dosis pertama dan 62,1 persen untuk dosis lengkap.
Selain itu, APBN tetap diarahkan untuk menjadi instrumen penting merespon dinamika ekonomi yang terjadi, termasuk menjadi shock absorber.
APBN akan terus diarahkan untuk memastikan terlindunginya daya beli masyarakat, khususnya kelompok yang rentan, serta terjaganya pemulihan ekonomi.
Berbeda dengan kondisi Indonesia, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan melambat signifikan dari 5,7 persen di tahun 2021 menjadi hanya 2,9 persen di tahun 2022 akibat eskalasi berbagai risiko.
Beberapa lembaga internasional lain, seperti IMF, juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebanyak 0,8 persen pada April lalu.
Risiko global, seperti konflik geopolitik yang disebabkan oleh perang di Ukraina, telah membuat tekanan inflasi global semakin persisten, terutama didorong oleh lonjakan harga komoditas energi dan pangan serta disrupsi suplai.(*)