EDISI.CO, NASIONAL- Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia berperan penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca di sektor energi. Terlebih Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat melimpah yaitu sekitar 3.000 giga watt (GW), di mana potensi panas bumi mencapai 24 GW.
Hal itu disampaikan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, di acara the 8th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition, Rabu (14/9).
“Pada COP26 tahun 2021, Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan penurunan emisi gas rumah kaca yang dipertegas bahwa Indonesia akan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” kata Arifin dalam keterangan resminya, dikutip dari laman Kementerian ESDM.
Baca juga: Program Padat Karya Tunai Tahun 2020-2022 KemenPUPR Serap 2,8 Juta Tenaga Kerja
Untuk itu, lanjut Arifin, diperlukan upaya memitigasi perubahan iklim dengan menurunkan emisi karbon (dekarbonisasi) namun dengan tetap menjaga ketahanan energy. Aksi mitigasi yang berperan paling besar dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca di sektor energi adalah pengembangan EBT sebagai langkah transisi menuju energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.
Ia menuturkan, Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat melimpah yaitu sekitar 3.000 GW. Potensi panas bumi sendiri sebesar 24 GW. Selama 5 tahun terakhir, Pembangkit EBT terus mengalami peningkatan, saat ini kapasitas pembangkit EBT sebesar 12 GW, dan panas bumi menyumbang sekitar 2,2 GW.
“Potensi EBT akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mempercepat transisi energi. Pada tahun 2060 kapasitas pembangkit EBT ditargetkan sebesar 700 GW yang berasal dari solar, hidro, bayu, bioenergi, laut, panasbumi, termasuk hidrogen dan nuklir,” jelasnya.
Baca juga: Kemnaker Pastikan Permintaan Data BSU yang Beredar di Medsos Adalah Hoaks
Menteri ESDM juga menjelaskan, pembangkit panas bumi diperkirakan akan mencapai 22 GW yang didorong dengan pengembangan skema bisnis baru, inovasi teknologi yang kompetitif dan terjangkau, antara lain deep drilling geothermal development, enhanced geothermal system, dan offshore geothermal development.
Untuk mempercepat dan memperbesar pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi, Arifin menyebut pemerintah telah memberlakukan kembali tarif uap panas bumi dan tenaga listrik dan mengusulkan kemudahan proses perizinan penggunaan lahan di hutan konservasi, dan pembebasan pajak bumi dan bangunan.
“Terkait dengan Akses penggunaan dan pemanfaatan teknologi harus dibuat lebih inklusif, oleh karena itu akses terhadap teknologi dan pembiayaan yang terjangkau harus dijajaki secara masif. Saat ini di Indonesia terdapat 2 skema pembiayaan pengembangan panas bumi, yaitu Geothermal Energy Upstream Development Project dan Geothermal Resource Risk Mitigation yang merupakan kerja sama dengan Kementerian Keuangan, PT SMI, dan Bank Dunia,” pungkas Arifin.