
Gedung BI, Jakarta. Dok; Ist.
EDISI.CO, NASIONAL- Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Wahyu Agung Nugroho mengatakan tekanan yang terjadi pada rupiah saat ini tidak terlepas dari ketidakpastian pasar keuangan global.
Namun, dengan kinerja ekspor yang kuat serta langkah-langkah stabilisasi BI melalui intervensi di spot market ataupun Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), depresiasi rupiah dinilai relatif lebih aman dibandingkan negara berkembang lain.
Baca juga: Kemenhub Siapkan Aturan Limbah Baterai Kendaraan Konversi Listrik
“Ke depan, memang kita meyakini dengan kebijakan intervensi valas dan intervensi DNDF serta kebijakan pre-emptive dan didukung kenaikan suku bunga BI-7 Days Reverse Repo Rate kemarin, insya Allah ke depan rupiah akan lebih stabil lagi,” tutur Wahyu dalam diskusi dengan awak media di Bali, Sabtu (1/10), dilansir dari laman BI.
Diketahui, nilai tukar rupiah pada 30 September 2022 terdepresiasi 2,24 persen (ptp) dibandingkan dengan akhir Agustus 2022 dan terdepresiasi 6,4 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021.
Baca juga: Gempa 5,8 SR di Tapanuli Utara Dipicu Patahan Sesar Besar Sumatera Segmen Renum
Depresiasi rupiah itu relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 8,65 persen, Malaysia 10,16 persen, dan Thailand 11,36 persen.
Perkembangan nilai tukar yang tetap terjaga tersebut ditopang oleh pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, serta langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia.
“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makro ekonomi,” pungkas Wahyu.