EDISI.CO, NASIONAL– Tragedi meninggalnya 131 suporter sepakbola dan 370 lainnya luka-luka dalam kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, seusai pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022) malam, mendapat tanggapan Ahli Keselamatan Kerja Departemen K3 dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) – yang juga Kepala Disaster Risk Reduction Center (DRRC) UI, Prof. Fatma Lestari.
Pertandingan dengan kekalahan Arema 2-3 atas Persebaya tersebut, kata Fatma, seperti termuat dalam laman theconversation.com edisi 7 Oktober 2022, harus diinvestigasi secara mendalam dari sisi K3, kedaruratan pengendalian massa, dan perancangan stadion itu sendiri.
Baca juga: Kunjungan ke Inggris, Rudi Sampaikan Keunggulan Batam
Ini karena salah satu titik berat penyebab kematian korban dalam tragedi tersebut adalah masih lemahnya sistem dan prosedur keselamatan dalam memitigasi maupun mengelola potensi konflik yang terjadi.
Pada artikel berjudul “Tragedi Kanjuruhan: Pakar sebut pentingnya membenahi manajemen keselamatan kerja dan mengenal karakter penggemar sepak bola” yang ditulis oleh Editor Politik + Masyarakat, The Conversation Indonesia, Nurul Fitri Ramadhani, Fatma menjelaskan definisi K3 sendiri adalah serangkaian sistem dan prosedur yang dilakukan guna memastikan kelancaran dari suatu kegiatan dalam kondisi yang aman, sehat dan selamat.
Sebuah stadion olahraga, kata dia, seharusnya wajib dilengkapi sistem, prosedur, sarana dan prasarana keselamatan, serta induksi keselamatan. Ini karena stadion merupakan fasilitas yang umumnya menampung ribuan bahkan ratusan ribu orang.
Baca juga: Melihat Pesisir Batam dari Sudut Pandang Anak Muda
Hal yang perlu diperhatikan terkait struktur bangunan adalah apakah stadion cukup kokoh untuk menampung banyak orang serta bagaimana akses yang disediakan jika ada potensi terjadi kebakaran, gempa bumi dan banjir.
Dalam laman tersebut, diungkapkan berdasarkan hasil investigasi sementara, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menemukan fakta bahwa beberapa pintu keluar Stadion Kanjuruhan terkunci saat tragedi kelam itu terjadi.
Saat itu, polisi tidak hanya menembakkan gas air mata ke lapangan, tapi juga ke tribun penonton yang posisinya dekat dengan gate 13, 12 dan 11. Sayangnya, ketika penonton panik ingin keluar stadion, gate 13 masih tertutup, sementara gate 12 dan 11 hanya terbuka sedikit. Bisa dibayangkan kengerian yang terjadi di pintu-pintu ini.
Baca juga: Naik Signifikan, 60 Ribu Wisman Masuk Batam pada Agustus 2022
Fatma mengatakan seharusnya hal ini bisa dihindari dari awal. Panitia dan petugas stadion seharusnya sudah menyusun manajemen risiko agar kecelakaan terhindari, atau terminimalisasi, termasuk tindakan apa yang harus dilakukan saat terjadi keadaan darurat.
“Tanpa identifikasi risiko, manajemen risiko dan prosedur keadaan darurat, maka bisa terjadi kesalahan dalam penanggulangan keadaan darurat, bahkan menyebabkan kematian massal, seperti yang terjadi di Kanjuruhan,” ungkap Fatma dalam tulisan tersebut.