
Ilustrasi dokter spesialis radiologi. Dok; Ist.
EDISI.CO, NASIONAL– Pekan lalu, beredar kabar menghebohkan. Sebanyak 183 dokter radiologi mendapat penolakan pengajuan Surat Tanda Registrasi (STR) oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Tidak adanya STR yang terbit berujung para dokter radiologi tersebut tidak bisa praktik dan pelayanan kepada pasien terganggu.
Pihak Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) menduga hal tersebut berkaitan dengan konflik yang pernah terjadi antara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan mantan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto.
Baca juga: Lelang Surat Utang Negara, Sri Mulyani Kantongi Rp 8,22 Triliun
Diketahui, Terawan sempat menduduki jabatan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) yang kini berganti nama menjadi Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI).
Pada waktu menjabat, Terawan tengah menerima sanksi dari PB IDI terkait pelanggaran kode etik cuci otak yang dianggap IDI tidak berbasis ilmiah. Namun, pada waktu diangkat menjadi Menteri Kesehatan pada 2019, Terawan tidak lagi menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi. Dia digantikan oleh rekannya sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
Sekretaris Umum Kolegium Radiologi Indonesia Andi Darwis membeberkan adanya dualisme kepengurusan di kalangan dokter radiologi sampai saat ini mengakibatkan timbulnya masalah terhadap penerbitan STR. Dualisme yang dimaksud adalah munculnya dua perhimpunan dokter radiologi.
Baca juga: PLN Sebut Emisi Kendaraan Listrik 50 Persen Lebih Rendah dari BBM
Pertama, Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) yang disahkan PB IDI. Kedua, PDSRKI yang telah berganti nama, yang sebelumnya PDSRI. Dalam hal ini, PB IDI mengesahkan PDSRI menggunakan nama PDSRKI yang lama.
Masalah penerbitan STR timbul tatkala KKI hanya mengakui sertifikat kompetensi dari kolegium radiologi PDSRKI yang ditandatangani oleh Aziza Ghani Icksan selaku Ketua Kolegium, sedangkan pengajuan sertifikat PDSRI bentukan PB IDI akan ditolak oleh KKI.
“Kalau bukan memakai sertifikat kompetensi dari (tandatangan) dokter Aziza saat awal (pengajuan berkas) langsung direject (ditolak oleh KKI), lalu diberikan surat, ‘Tolong ganti sertifikat kompetensi (yang ditandatangani dr Aziza),” ujar Andi usai acara ‘Klarifikasi Terkait Permasalahan-Permasalahan Dokter Spesialis Radiologi’ di Vinski Tower, Jakarta Selatan, Senin (10/10), dilansir dari laman detik.com.
“Di kolegium radiologi, selain re-sertifikasi (sertifikasi ulang kemampuan), kami kan juga membuat sertifikasi kompetensi yang baru buat para dokter radiologi yang baru,” sambungnya.
KKI Hanya Mengakui PDSRKI
Kisruh terhambatnya penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter radiologi, lanjut Andi Darwis, semenjak terbentuk PDSRI versi PB IDI. Padahal, nama itu adalah nama PDSRKI yang lama.
Pengajuan penggantian nama menjadi PDSRKI pun sudah diberitahukan kepada pihak PB IDI pada 2019. Sementara itu, PB IDI mengesahkan pembentukan PDSRI pada Maret 2022.
“Mereka (IDI) tetap memakai nama PDSRI yang lama. Padahal, Kongres Nasional (KONAS) mensyaratkan mengubah nama itu. Jadi, kami menggunakan ada kata ‘Klinik’. Karena dokter radiologi itu bekerja di rumah sakit, ya klinik. Di luar negeri juga namanya clinical radiology,” sambung Andi.
Selanjutnya, pada April 2022, KKI mengeluarkan surat edaran. Dijelaskan bahwa mengingatkan surat yang masuk dari dua kolegium radiologi, KKI hanya akan memproses penandatangaan STR dengan tanda tangan (sertifikat kompetensi) dari Ketua Kolegium Radiologi Indonesia Aziza Ghani Icksan.
“Keputusan resmi soal penandatanganan dokter Aziza ini dari hasil KONAS di Bali pada Desember 2018. Keputusan juga waktu soal penetapan masa kerja dari Januari 2019 sampai 2023 dengan masa empat tahun,” jelas Andi.
“Kami akan melakukan KONAS lagi nanti pada Januari 2023,” tambah Andi.