EDISI.CO, INTERNASIONAL- Material organik yang digunakan untuk membangun segmen dan menara suar Tembok Besar China mengandung lebih banyak data lingkungan dan ilmiah daripada yang dipahami sebelumnya.
Para peneliti, yang menerbitkan temuan mereka di jurnal Nature, memeriksa susunan kimia dari alang-alang yang dikumpulkan dari bagian kuno Tembok Besar yang terletak di Gansu dan Xinjiang. Para peneliti menggunakan kombinasi teknik kromatografi dan analisis isotop.
Baca juga: China Tuding AS Putar Balikkan Fakta Soal Insiden Konfrontasi Pesawat Tempur
Ini merupakan contoh pertama dari metode yang digunakan untuk menganalisis data arkeologi dari Tembok Besar.
Kromatografi merupakan proses untuk mengurai material menjadi bagian-bagian komponen dengan cara melarutkannya ke dalam cairan pelarut dan membawanya melalui suatu sistem yang akan menangkap dan memisahkan komponen-komponennya.
Baca juga: Perempuan Asal Indonesia Ditangkap di Malaysia karena Bercanda Ada Bom di Kopernya
Sistem ini mungkin berbeda tergantung eksperimennya, tetapi sistem kromatografi yang paling dikenal adalah kertas pengubah warna yang menghasilkan garis horizontal pada uji antigen Covid-19.
Para ilmuwan memanfaatkan bahan-bahan yang terpelihara dengan baik untuk belajar sebanyak mungkin tentang sejarah lokal. Sebagai contoh, peneliti mengamati perubahan iklim regional menyebabkan “perubahan hidrologi air permukaan yang signifikan” hanya setelah Dinasti Song (1160 M).
Penelitian ini mendukung teori arkeologi yang berspekulasi bahwa bagian tertentu dari tembok tersebut telah diubah atau diperbaiki lama setelah dibangun.
Bagian Tembok Besar China yang paling terkenal dibangun pada masa Dinasti Ming pada abad ke-15 M. terbuat dari batu bata dan batu; namun, ini hanya bagian dari jaringan yang membentang di China utara yang berisi berbagai macam bahan bangunan. Bagian yang berasal dari tahun 475 SM dibangun menggunakan bahan lokal seperti alang-alang dan kayu, atau tanah berkerikil.
“Serangkaian benteng daya tarik dan benteng tanah didirikan setelah penyatuan Tiongkok pada 221 SM.” jelas para peneliti, dikutip dari laman The Jerusalem Post, Jumat (5/1).
Tujuannya, jelas para peneliti, melindungi negara bagian Xiongnu dan Xianbei utara. Pertahanan ini sangat penting pada abad ke-2 SM untuk memperluas wilayah Dinasti Han ke perbatasan barat, termasuk Provinsi Xinjiang dan Gansu saat ini, tempat penelitian dilakukan.
Makalah ini menekankan potensi material tersebut sebagai arsip biogeokimia yang berharga untuk mempelajari ekosistem dan hidrologi yang diubah manusia.” Artinya, dengan mempelajari material tanaman purba, komunitas ilmiah dapat mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang kondisi lingkungan pada titik sejarah tertentu di sepanjang Tembok Besar China.