EDISI.CO, NASIONAL- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 berhasil mencapai angka di bawah 3%, yakni 2,8%. Angka ini lebih rendah daripada tahun sebelumnya yang mencapai 4,57%.
Dilansir dari laman Kemenkeu, Minggu (5/2), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa saja didesain untuk tidak defisit atau balance antara pengeluaran dan pendapatan.
Hanya saja, konsekuensinya adalah tidak ada lagi subsidi listrik dan bahan bakar minyak (BBM) yang diberikan sehingga APBN bisa mengalami surplus.
Baca juga: ASDP Siap Sambut Angkutan Lebaran 2023
“Seandainya APBN mau dibalance-kan, bisa sih, anda mau kita balancekan? PLN gak saya bayar Rp 171 triliun itu langsung turun defisitnya. Bu Nicke (Pertamina) gak usah saya bayar Rp 379 triliun itu langsung nol defisitnya. PLN sama Pertamina mau?,” ujar Sri Mulyani dalam acara Kuliah Umum Media Indonesia, Jumat (3/2).
Dengan gambaran tersebut, Sri Mulyani mengartikan bahwa pilihan desain APBN akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam memberikan penerimaan negara. Dan jika subsidi dicabut maka akan berdampak kepada kemampuan daya beli masyarakat pula, khususnya masyarakat kalangan bawah.
“Terus anda jawabnya begini, boleh saja bu, tapi saya boleh naikkan tarif listrik? Ya monggo saja dimarahin rakyat seluruh Indonesia,” katanya.
Baca juga: Menhub Tinjau Kapal Penyeberangan untuk Kepri
Sementara itu, Sri Mulyani menambahkan, kondisi APBN yang mengalami defisit jangan dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Pasalnya APBN didesain defisit maupun balance tergantung kepada kondisi perekonomian dan juga kebutuhan masyarakat pada saat itu.
“Jadi persoalannya itu sering pilihan, kalau kita membuat defisit itu bukan karena kita hobi bikin defisit apalagi dibilang hobi ngutang. Itu adalah sebuah desain, Indonesia butuh apa? Ada yang tadi masih menganggur, ada masyarakat miskin, ada yang butuh infrastruktur, ada yang butuh rumah sakit,” tegasnya.