
Sularno, pengrajin tahu tradisional di Kampung Belian, Batam Centre-Edisi/Irvan F.
EDISI.CO, BATAM– Sejumlah produsen tahu dan tempe di Batam terpaksa memperkecil ukuran hasil produksi mereka. Upaya itu sebagai akibat dari harga kedelai impor yang menjadi bahan baku utama produk tahu dan tempe, tengah melambung tinggi. Khususnya di wilayah Batam, Kepulauan Riau, harga kedelai bahkan naik hingga 120 persen.
Sularno, salah satu pengrajin tahu tradisional di Kampung Belian, Batam Centre, Batam, menuturkan siasatnya menghadapi kenaikan harga kedelai yakni dengan memproduksi tahu dengan ukuran yang lebih tipis.
“Kalau harga jualnya masih sama saja, tidak ada kenaikan, hanya saja ukurannya lebih tipis,” imbuhnya, Jumat (24/2/2023).
Baca juga: Jerman Pantau Batam
Ia menambahkan, rumah produksi tahu Yafi Zahra tempat dirinya bekerja tersebut bisa menghabiskan empat hingga lima kuintal kedelai setiap harinya.
Terkait stok bahan baku kedelai yang di impor dari Amerika itu, Sularno mengakui tidak ada hambatan. Hanya saja ia bingung faktor apa yang membuat harga kedelai tersebut tak kunjung menurun.
“Kalau stok masih aman aman saja, cuma sampai sekarang saya masih bingung kenapa harganya masih tinggi mas, perkarung itu masih di kasaran harga Rp650.000 sampai Rp700.00,” tuturnya.
Terpisah, Ketua Koperasi Bumi Bertuah Nusantara (KBBN) Kepulauan Riau, Susilo menyesalkan kenaikan harga kedelai yang sangat memberatkan para pelaku usaha tahu tempe.
“Kenaikan harga kedelai ini sangat memberatkan para pelaku usaha tahu tempe. Kami meninta kepada semua pihak terkait untuk memberikan solusi agar bisa menjaga stabilitas harga tahu tempe di pasaran,” ucap Susilo saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Kepri di Gedung Graha Kepri, Kamis (23/2/2023).
Saat sebelum pandemi covid-19 harga kedelai Rp330.000 per karung, isi 50 kilogram. Namun pasca pandemi harganya justru mahal, berkisar di angka Rp650.000 per karung, bahkan pernah mencapai Rp720.00 per karung.
“Kenaikannya tak tanggung-tanggung, mencapai 120 persen,” ujar Susilo.
Akibat kenaikan bahan baku tahu tempe tersebut, lanjut Susilo, para pelaku usaha hanya mampu menaikkan harga dari 20 persen hingga 35 persen. Artinya cost atau biaya produksi terkuras, hal ini sangat negatif bila dihitung secara ekonomis.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin merasa miris melihat kondisi tersebut. Dirinya menilai, kebutuhan pengusaha tahu tempe termasuk dalam kategori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) itu harus segera diakomodir.
“Ini sangat luar biasa dan tidak realistis. Saya dorong hal ini segera diatasi. Kalau perlu kita dorong agar buka Impor lagi. Sehingga harga kedelai bisa murah dan harga tahu tempe juga murah” tuturnya.
Selain itu, Wahyu mendorong agar para pelaku usaha itu juga dapat menjadi importir sendiri. “Bahkan kalau bisa mereka sendiri jadi importir. Apalagi tahu tempe sekarang sudah menjadi makanan favorit di luar negeri termasuk Eropa,” tutupnya.
Penulis: Irvan F.