EDISI.CO, JAKARTA– Menanggapi pernyataan press Ketua DPR RI terkait Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga/ RUU PPRT pada Kamis (9/9/2023), maka Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dan Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) menyatakan sikap seperti termuat dalam rilis yang diterima, sebagai berikut:
- Menyesalkan dan memprihatinkan sikap Ketua DPR yang tetap tidak memihak kepada pengesahan UU PPRT yang sudah 19 tahun diperjuangkan para PRT dan masyarakat sipil, dan sudah pula didukung Presiden RI pada tanggal 18/1/2023 yang lalu.
- Sementara seluruh pimpinan Fraksi dan para wakil Ketua DPR RI sudah menyatakan mendukung, terutama setelah pernyataan presiden Jokowi, justru Ketua Fraksi PDI Perjuangan dan Ketua DPR RI yang masih saja bergeming. Ketua DPR Justru menggunakan argumentasi Rapim tahun lalu yang tidak relevan untuk menunda pengesahan RUU PPRT. Sudah 19 tahun terlunta, masih tega menggantung, Bu?
- Menyesalkan pernyataan Ketua Fraksi PDIP DPR RI, Utut Adianto di Majalah Tempo (Senin, 6/3/23) yang menyatakan bahwa RUU PPRT tidak diperlukan karena sudah termaktub di UU Perburuhan. Ini melecehkan Baleg DPR RI sebagai alat kelengkapan DPR yang telah menjadikan RUU PPRT sebagai inisiator pengusul RUU PPRT 2019. Sementara secara kesejarahan, RUU PPRT pengusul awalnya (2004) adalah FPDIP selain FPPP. Saudara Utut juga tidak membaca bahwa objek UU Perburuhan adalah ditujukan kepada para pengusaha, bukan pemberi kerja rumah tangga. Alasan yang menyatakan bahwa terjadi kekosongan hukum itu sangat tidak berdasar.
- Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Utut Adianto telah pula menghina konstituen PDIP dengan membabi buta menyatakan tidak ada situasi emergency sehingga menolak RUU PPRT untuk disahkan. Tiadanya pemihakan dan sense of crisis ini penghinaan kepada PDIP sebagai partai wong cilik dan penghinaan terhadap ribuan korban PRT yang terus berjatuhan setiap harinya. Ketua Fraksi PDIP DPR menolak data dan fakta dan hanya berargumen berdasar halusinasi dan kebencian kepada para perempuan miskin yang jumlahnya 6 juta di dalam negeri dan 7 juta di luar negeri.
- Ketua Fraksi FPDIP, Utut Adianto tidak memahami tata kelola proses legislasi dengan menolak usulan Baleg yang telah diBamuskan pada tanggal 20/7/2020 yang merupakan operasionalisasi mandat konstitusi ps 28 untuk memberikan pekerjaan dan kondisi yang layak bagi WNI. Di saat yang sama, Ketua FPDIP juga melawan anjuran semua agama untuk melindungi para PRT melalui RUU PPRT. (Muktamar NU, Muhammadiyah, Katolik, Protestan, Hindu dll).
Baca juga: Perusahaan Daur Ulang Plastik asal Jerman Beroperasi di Batam
Berdasar hal di atas maka JALA PRT dan SPRT meminta Ketua dan Pimpinan DPR untuk:
- Segera menyelenggarakan Rapim untuk mengagendakan pengesahan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR pada masa sidang ini 14 Maret 2023. Jangan lagi mengulur, menunda dan berkilah yang berujung pada mengorbankan para PRT mengingat tahapan pemilu sudah segera tiba (pencapresan dan pencalegan) sehingga ada potensi RUU PPRT diabaikan kembali. Sudah 19 tahun RUU PPRT didiskriminasi dan dimarjinalkan, stop mempolitiki PRT yang perempuan miskin di sisa peringatan Hari Perempuan Internasional. Sepatutnya DPR periode ini meninggalkan legacy bagi rakyat perempuan di momentum saat ini.
- Ketua DPR untuk menerima atau menemui kami dan berdialog dengan para PRT dan para korban secara langsung supaya paham bahwa situasi sudah emergency bagi para PRT. Mulailah berpihak kepada rakyat lemah yang membutuhkan afirmasi dan empati Ketua DPR dari PDIP – partai pro kerakyatan.
- Kami mengusulkan penggantian Ketua Fraksi PDIP DPR RI karena penyataan dan sikapnya anti kepada para perempuan miskin yang jadi pendukung PDIP.