EDISI.CO, NASIONAL– Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani, mengangkat beberapa masalah terkait sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setelah ditemukan adanya manipulasi data kependudukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi.
Puan meminta Pemerintah untuk melakukan pemerataan sarana dan prasarana pendidikan guna mengurangi potensi kecurangan dalam sistem zonasi.
Setelah adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam PPDB yang terjadi di Garut, kini ditemukan kasus serupa di Kota Bogor, Jawa Barat. Terdapat sekitar 300 laporan indikasi manipulasi, termasuk terkait zonasi dan jalur afirmasi.
Dinas Pendidikan Kota Bogor bahkan telah mencoret 208 nama siswa yang diduga melakukan kecurangan dalam proses penerimaan peserta didik baru melalui jalur zonasi untuk SMP.
Hal ini terjadi karena mayoritas data kependudukan yang terdaftar dalam sistem PPDB tidak sesuai dengan data di lapangan, yang mengindikasikan adanya manipulasi data kependudukan.
Selain itu, juga ditemukan siswa mampu yang melakukan manipulasi agar dapat diterima di sekolah pilihan mereka dengan memanfaatkan kuota jalur afirmasi. Jalur afirmasi adalah jalur penerimaan siswa untuk anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi kurang mampu dan anak penyandang disabilitas.
Puan meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mengevaluasi sistem zonasi. Sementara itu, terkait jalur afirmasi, Kemendikbud diminta untuk melakukan pengawasan ketat.
Baca juga: Pemprov Kepri Sikapi Permasalahan PPDB
Puan juga menilai bahwa ada yang salah dengan sistem PPDB saat ini. Menurutnya, terdapat berbagai masalah yang ditemukan.
Meskipun demikian, Puan memahami bahwa sistem zonasi memiliki tujuan baik untuk mengatasi ketimpangan, terutama dalam hal kastanisasi di bidang pendidikan. Kastanisasi mengacu pada pemisahan antara sekolah unggulan atau favorit dengan sekolah non-unggulan. Sekolah unggulan biasanya dihadiri oleh siswa berprestasi, sedangkan sekolah non-unggulan lebih banyak diikuti oleh siswa dengan kemampuan rata-rata.
Namun, kendala yang muncul dalam sistem zonasi adalah kurangnya kuota penerimaan siswa karena jumlah sekolah negeri di setiap kecamatan tidak sebanding dengan jumlah calon siswa. Hal ini mengakibatkan banyak orang tua yang menggunakan berbagai cara agar anaknya dapat diterima di sekolah negeri, seperti melalui pungli, manipulasi sistem, dan manipulasi data.
Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menunjukkan bahwa pada tahun 2022, terdapat 130.042 unit sekolah dasar negeri dan 18.933 unit sekolah dasar swasta. Untuk jenjang sekolah menengah pertama, terdapat 23.864 unit SMP negeri dan 18.122 unit SMP swasta.
Jumlah sekolah menengah kejuruan negeri adalah 3.692 unit, sementara sekolah menengah kejuruan swasta berjumlah 10.573 unit. Sedangkan untuk sekolah menengah atas negeri, terdapat 6.878 unit berdasarkan data Statistik Pendidikan Indonesia (2020), dan 7.061 unit sekolah menengah atas swasta.
Kekurangan jumlah sekolah dan persepsi orang tua tentang sekolah favorit, menurut Puan, merupakan pintu masuk bagi manipulasi data kependudukan.
Puan juga menekankan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi masalah ini.
Lebih lanjut, Puan menyatakan bahwa pendidikan anak merupakan salah satu prioritas utama Pemerintah dalam upaya menciptakan generasi yang cerdas dan kompetitif.
Puan menegaskan bahwa Pemerintah harus berperan aktif dalam memenuhi hak pendidikan bagi anak-anak di seluruh negeri sesuai dengan amanat undang-undang.