EDISI.CO, BATAM– Masyarakat Pulau Rempang harus diakui dan dilindungi negara. Hal itu karena warga yang tinggal di kampung-kampung di pesisir Batam bukan penyerobot kawasan hutan. Sebaliknya mereka sudah tinggal secara turun temurun di kampung-kapung tersebut.
Staf Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Edy Kurniawan, mengatakan secara hukum masyarakat Pulau Rempang telah tinggal turun temurun di 16 titik Kampung itu legal.
“Posisi mereka (Warga Rempang) diakui secara hukum. Tugas negara adalah memberikan perlindungan terhadap mereka, bukan menggusur,” kata Edy.
Baca juga: Aliansi Pemuda Melayu Nyatakan Sikap: Tolak Rencana Penggusuran Kampung di Pulau Rempang dan Galang
Edy melanjutkan, Putusan MK Nomor 91 tahun 2014, tentang uji materi uu 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan uu 18 tahun 2013 tentang pencegahan kawsan hutan, pada intinya sudah mengakui status hukum masyarakt dalam kawasan hutan. Sepanjang mereka sudah hidup secara turun menurun.
Olehkarena itu, seharusnya masyarakat Rempang diakui negara. Tugas pemerintah adalah memberikan pengakuan dengan pemberian sertifikat atau peraturan agar hak-hak mereka tidak diganggu oleh orang lain, termasuk negara. Namun hal tersebut tidak dijalankan, khususnya untuk masyarakat di Pulau Rempang.
“Disitulah paradoksnya, secara praktek. Belum mau menerbitkan sertifikat, bukan berarti posisi mereka ilegal dan kriminal. Karena status diakui, apapun pembangunan atau proyek yang akan terdampak ke mereka. Maka mereka harus dilindungi,” tutur Edy lagi.
Terkait dengan potensi hadirnya kriminalisasi terhadap masyaraat Rempang, Edy mengatakan YLBHI telah menyiapkan tim hukum. Dalam waktu dekat tim hukum YLBHI akan bergerak membantu masyarakat Rempang melalui pendampingan hukum dan upaya lainnya.