
Masyarakat Melayu pesisir Batam dan beberapa daerah di Kepri menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam pada Rabu (23/8/2023)-Edisi/Irvan F.
EDISI.CO, BATAM– Sebanyak 16 Kampung Tua yang berada di Pulau Rempang dan Pulau Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau terancam hilang akibat rencana investasi pembangunan di kedua pulau tersebut. Hal itu juga menyebabkan ribuan penduduk yang tinggal di daerah hinterland (pesisir) kawasan tersebut terancam direlokasi.
Padahal masyarakat yang tinggal di kedua pulau tersebut merupakan suku asli Melayu dan sudah bermukim selama puluhan hingga ratusan tahun.
Janiah (51) salah satu warga Pulau Setokok, Kecamatan Bulang, Kota Batam, mengaku sudah bermukim selama 300 tahun lebih.
“Nenek moyang saya tinggal disitu sejak tahun 1719, jauh sebelum Indonesia merdeka. Jadi itu betul-betul tanah melayu semua. Daerah hinterland seperti Tanjung Banun, Sembulang, Rempang, itu semua tanah melayu,” ujar Janiah saat ditemui disela-sela aksi unjuk rasa masyarakat Rempang – Galang yang berlangsung di depan Gedung BP Batam, Rabu (23/8/2023) siang.
Ia menjelaskan, sudah puluhan generasi keluarganya dan masyarakat lainnya yang tinggal dan bertahan hidup di kawasan tersebut dengan bekerja sebagai nelayan dan berkebun.

“Orang tua kita dulu membesarkan kita dari hasil berkebun seperti menanam singkong dan hasil tangkapan laut seperti ikan dan lain-lain,” ungkap Janiah.
Baca juga: Massa Aksi Tuntut Pemerintah Tak Relokasi 16 Kampung Tua di Rempang Galang
Ia menyesalkan sikap pemerintah khususnya BP Batam yang hanya mengedepankan investasi di Kota Batam namun tidak melalui perencanaan yang matang dan memikirkan nasib masyarakat setempat. Padahal, masyarakat hanya meminta agar Kampung Tua yang mereka tempati selama puluhan hingga ratusan tahun tersebut tidak direlokasi.
“Kalau pemerintah mau buka lahan di sana buat investasi silahkan, bukalah. Tapi daerah hinterland tempat tinggal kami jangan di ganggu gugat. Kalau kami dipindahkan, macam mana rakyat mau makan. Orang kami hidupnya itu di pesisir sebagai nelayan,” tegasnya.
Janiah juga menyesalkan sikap pihak BP Batam yang tidak memberikan sosialiasi dari jauh-jauh hari dan tidak mengandeng masyarakat dalam pengembangan investasi di Pulau Rempang-Galang.
Ia berharap Kepala BP Batam yang juga Wali Kota Batam dapat menerima dan menindaklanjuti tuntutan masyarakat agar rencana relokasi tersebut dibatalkan.
“Pak Rudi sebenarnya orang baik, memperhatikan masyarakat. Cuma pak Rudi ini tidak ada sosialisasi dari jauh-jauh hari kepada penduduk setempat. Entah itu rapat macam mana kampung kita ini mau ada orang luar negeri yang akan buka perusahaan di sini,” sesalnya.
“Harapan kami besar kepada Pak Rudi. Satu pantun buat Pak Rudi, banyak orang menjual salad, salad dijual di dalam kota. Kalau Pak Wali orang berdaulat, jangan lupa rakyat jelata,” jelas Janiah.
Penulis: Irvan F