
Masyarakat Melayu pesisir Batam dan Kepri saat melakukan aksi menolak penggusuran 16 kampung di Pulau Rempang pada Rabu (23/8/2023)-Edisi/bbi.
EDISI.CO, BATAM– Aliansi Pemuda Melayu Kepulauan Riau (Kepri) menilai klarifikasi atas video pernyataan Wali Kota Sekaligus Kepala Badan (BP) Batam, Muhammad Rudi yang dinilai masyarakat Rempang menghina mereka dan masyarakat Melayu pesisir Kepri, tidak jelas.
Klarifikasi tersebut tidak fokus pada pernyataan Rudi terkait nilai dan harga rumah kayu milik masyarakat Melayu di tepi laut, juga klaim Rudi mengangkat taraf hidup dan harga diri masyarakat Melayu karena merencanakan pengadaan rumah dan tanah. Melainkan melebar pada soal lain yang dijelaskan tidak tuntas.
Dalam keterangannya yang termuat di laman mediacentre.batam.go.id, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Batam, Rudi Panjaitan, mengatakan potongan video yang membahas Rempang tersebut tidak utuh sehingga pesan yang disampaikan sangat berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang punya agenda lain sehingga suasana kondusif bisa terganggu di Kota Batam.
Dalam video yang utuh, Rudi menyampaikan upaya yang sudah dilakukan dalam menanggapi aspirasi masyarakat yang terdampak proyek strategis nasional tersebut.
“Perlu ditegaskan bahwa sambutan utuh, beliau (Wali Kota) menyampaikan bagaimana perjuangan dalam menyampaikan aspirasi masyarakat ke Pusat. Kami harap masyarakat tidak terpancing dengan video yang terpotong seperti itu. Potongan video seperti itu, bisa menjadi salah tafsir,” kata Rudi Panjaitan.
Koordinator Umum Aliansi Pemuda Melayu Kepri, Dian Arniandi, mengatakan jika memang video yang tersebar tak utuh tersebut berpotensi disalahgunakan pihak-pihak tertentu, tunjukkan video yang utuh sebagai pembanding. Pernyataan tanpa menghadirkan video utuh, tidak seperti klarifikasi, sebaliknya justru terasa seperti memaksakan narasi tak berisi.
Lalu, pernyataan “sangat berpotensi disalahgunakan pihak-pihak tertentu yang punya agenda lain sehingga suasana kondusif bisa terganggu di Kota Batam” adalah tuduhan serius dan berbahaya. Dian meminta Rudi Panjaitan menjelaskan detail pihak-pihak yang ia maksudkan.
Seperti diketahui, masyarakat Melayu pesisir Batam dan Kepri menggelar aksi menolak penggusuran 16 Kampung yang tersebar di Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Batam di Gedung BP Batam pada Rabu (23/8/2023). Gerakan solidaritas masyarakat Melayu ini sebagai ikhtiar mereka mempertahankan peradaban Melayu dan kampung yang sudah mereka diami sejak ratusan tahun lalu.
Penolakan terhadap penggusuran adalah kesadaran yang muncul dari masyarakat itu sendiri.
Baca juga: Warga Melayu Rempang Diusik Pernyataan Kepala BP Batam terkait Harkat dan Martabat
Pernyataan “sangat berpotensi disalahgunakan pihak-pihak tertentu yang punya agenda lain sehingga suasana kondusif bisa terganggu di Kota Batam” dirasa sangat mendiskreditkan masyarakat Melayu yang melakukan aksi. Dian menilai pernyataan ini adalah tuduhan yang menghina masyarakat Rempang dengan mengatakan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang punya agenda lain.
“Padahal jelas masyarakat hanya berupaya mempertahankan kampung mereka,” kata Dian.
Selanjutnya, penyataan Rudi Panjaitan “Jangan mudah terpancing dengan informasi yang belum tentu kebenarannya. Cari informasi utuh, dan mari sama-sama kita bijak bermedia sosial.” Tidak dijelaskan standar bijak yang seperti apa yang dimaksud.
Berikutnya, pernyataan Rudi Panjaitan “Hingga kini Wali Kota Batam tak ingin masyarakatnya dirugikan dengan proyek pengembangan tersebut. Bahkan, beberapa aspirasi masyarakat sudah dipenuhi.”
“Semula masyarakat tak ingin direlokasi di perbukitan, sudah dipindah ke kawasan pantai. Bahkan, semula hanya 200 meter tanah, kini menjadi 500 meter.”
“Pak Wali sangat mencintai masyarakat Rempang dan Galang, hingga kini terus memperjuangkan seluruh aspirasi masyarakat, yang telah diterima baik secara mediasi, maupun dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan warga beberapa waktu lalu.”
Dian menjelaskan pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan. Narasi terkait relokasi selalu mengemuka. Padahal dari awal masyarakat Rempang di 16 kampung tegas menolak relokasi atau penggusuran. Di tengah penolakan itu, narasi relokasi terus berkembang di media massa, termasuk dalam video yang tersebar dan dinilai menghina masyarakat Melayu ini.
Rudi baru bersuara akan menyampaikan aspirasi warga yang menolak relokasi saat masyarakat Melayu pesisir Batam dan Kepri melakukan aksi pada Rabu (23/8/2023). Meskipun demikian, ia menolak ketika diminta menandatangi pernyataan berada bersama masyarakat menolak rencana penggusuran. Narasi terkait relokasi terus berbunyi.
Lebih jauh, selama rencana pengembangan Pulau Rempang ini bergulir, Rudi hanya tiga kali bertemu masyarakat. Pertama saat mendampingi Menteri Investasi datang ke Kantor Camat Galang pada Minggu (13/8/2023); menemui perwakilan masyarakat di lokasi yang sama pada Selasa (22/8/2023); dan menemui Masyarakat Melayu pesisir Batam dan Kepri saat melakukan aksi di kantornya pada Rabu (24/8/2023).
Baca juga: Aliansi Pemuda Melayu Kecam Pernyataan Wali Kota Batam
Sebelum itu, dalam sebuah sesi wawancara di Radisson pada Selasa (1/8/2023), Rudi mengatakan akan ke Pulau Rempang setelah pengembangan Rempang sebagai kawasan ekonomi baru selesai dibangun.
Sosialisasi pertama yang digelar di Simpang Sembulang, Kelurahan Sembulang pada Jumat (21/7/2023) siang, hanya bertemu dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kepri; Direktur Pengamanan Aset (Dirpam) BP Batam; Wakil Direktur Intel Kam Polda Kepri dan perwakilan; Kejaksaan Negeri Batam; Sekertaris Daerah Kota Batam, Jefridin.
“Saat itu, warga dengan tegas menolak relokasi. Aspirasi warga hanya ditampung tanpa tanggapan,” kata Dian.
“Klarifikasi Rudi Pandjaitan ini tidak menjelaskan apa-apa selain semakin menunjukkan bagaiaman peran wali kota dalam rencana pemerintah melakukan penggusuran masyarakat Melayu di Pulau Rempang,” tutup Dian.