
EDISI.CO, BATAM– Tim Advokasi untuk Kemanusiaan – Rempang mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses pendampingan bagi warga Pulau Rempang yang ditahan di Mapolresta Barelang.
Agenda pendampingan bersama keluarga warga yang ditahan saat kerusuhan selama demonstrasi di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam pada Senin (11/9/2023) lalu tidak dapat terlaksana.
Tim pendamping tidak berhasil menemui warga yang ditahan pada Kamis (14/9/2023) hari ini.
Pada saat yang sama, tim advokasi yang mendampingi keluarga tahanan yang terlibat dalam kerusuhan di Jembatan 4 Barelang pada (7/9/2023) juga tidak dapat mengunjungi keluarga mereka yang masih ditahan.
Padahal, keluarga delapan tahanan tersebut telah menunggu sejak pagi dan dijanjikan penangguhan penahanan, hingga saat ini penangguhan tersebut belum diwujudkan oleh Polresta Barelang.
Sebelumnya penangguhan itu telah diumumkan melalui konferensi pers yang melibatkan Kapolresta Barelang, Walikota Batam, dan perwakilan Aliansi Pemuda Melayu pada (10/9/23) malam.
“Hingga kini tahanan tak kunjung mendapatkan penangguhan. Hari ini seharusnya menjadi waktu kunjungan keluarga, tapi keluarga tak dapat bertemu. Bahkan Penasehat hukum pun dihalangi untuk bertemu dengan tahanan,” ungkap Vera, salah satu keluarga tahanan dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis (14/9/2023) malam.
“Jangankan penangguhan, untuk bertemu saja kami sekarang tak bisa.”
Baca juga: Pipa Air di Simpang Bandara Hang Nadim Batam Bocor, Suplai Air Terhenti Sementara
Sementara itu, Sopandi, salah satu anggota Tim Advokasi Kemanusiaan untuk Rempang dari PBH Peradi Batam, menegaskan bahwa tim advokasi dan keluarga tidak diberikan akses untuk bertemu dengan tahanan. Mereka mengalami kesulitan karena terkendala oleh pihak Polresta Barelang.
“Ini jelas merupakan penghambatan terhadap akses bantuan hukum bagi tahanan. Ini juga melanggar hak tahanan untuk mendapatkan keadilan dan jaminan adanya proses dan pelayanan hukum yang bersifat impartial dari sistem peradilan, yang harus senantiasa dijamin oleh negara,” ujar Sopandi, Tim Advokasi dari PBH Peradi Batam.
Kemudian, anggota Tim Advokasi dari LBH Mawar Saron Batam, Mangara Sijabat menganggap bahwa penghambatan pendampingan bagi advokat seperti yang sedang terjadi saat ini, merupakan preseden buruk dalam penegakan hukum. Mangara menekankan pentingnya mematuhi undang-undang yang berlaku.
“Jika proses hukum terhadap warga yang ditahan sudah sesuai dengan prosedur hukum, polisi seharusnya tidak perlu menghalangi kami untuk bertemu dengan klien kami. Kehadiran kami adalah amanat dari undang-undang (UU) untuk memastikan klien kami mendapatkan proses hukum yang adil,” ujar Mangara.
Lebih lanjut, anggota Tim Advokasi dari YLBHI-LBH Pekanbaru, Noval Setiawan menjelaskan, bahwa tindakan penghalangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak tahanan untuk bertemu keluarga dan penasihat hukum sesuai dengan Pasal 57, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62 ayat (1), Pasal 70 ayat (1) KUHAP. Selain itu, tindakan tersebut juga bertentangan dengan UU Advokat, UU Bantuan Hukum, dan UU HAM.
“Pasal 70 ayat (1) KUHAP menyatakan, ‘Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya,” paparnya.
Tim Advokasi memandang bahwa penghambatan ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip hak asasi manusia dan peradilan yang adil (fair trial).
Untuk itu, Tim Advokasi untuk Kemanusiaan – Rempang meminta Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Polda Kepri) untuk memerintahkan Kepala Kepolisian Resor Kota Barelang (Polresta Barelang) membuka akses untuk semua tahanan bertemu keluarga dan Penasihat Hukum.
Kedua, meminta Kapolda Kepri untuk memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kepri untuk memeriksa semua anggota kepolisian yang menghalangi akses bantuan hukum dan kunjungan keluarga para tahanan,
Ketiga, meminta Kapolda Kepri untuk memerintahkan kabag wasidik Polda Kepri untuk mengawasi proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polresta Barelang agar sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku,
Kelima, meminta kepada Lembaga Negara Independen, seperti Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman RI, untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran hak yang dialami oleh tahanan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing lembaga.
Tim Advokasi Kasus Rempang berharap agar tindakan ini dapat mengembalikan hak-hak dasar tahanan dan memastikan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.
Penulis: Irvan F