EDISI.CO, BATAM– Kampung Sembulang, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, merupakan satu dari banyak kampung yang dihuni masyarakat Melayu sejak ratusan tahun lalu.
Kampung sembulang sendiri terbagi atas beberapa kawasan yang memiliki nama masing-masing. Beberapa diantaranya adalah Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, Sembulang Pasir Merah dan Sembulang Camping. Kawasan ini berada berdekatan, kecuali Sembulang Hulu yang terpisah agak jauh.
Penulis mendapatkan cerita asal muasal nama Sembulang dari cerita warga.
Nama Sembulang terdiri atas dua kata, “Sembu” berasal dari kata Sumbu yang oleh masyarakat Melayu diartikan aroma atau bau. Dan “Lang” berasal nama burung Elang.
Dahulu, di pepohonan Pulau Teregek yang terletak di bagian laut Kampung Sembulang Camping, menjadi tempat bertengger kawanan Burung Elang. Di sana Elang-Elang tersebut tidur dan bersarang.
Baca juga: Cerita Orang Rempang: Berbulan-bulan Tak Melaut, Risau Pikirkan Kampung
Karena berlangsung dalam waktu lama, akhirnya menimbulkan bau atau aroma yang tercium sampai ke Kampung Sembulang Camping. Warga menyebut aroma atau bau tersebut dengan istilah “Sumbu”, karena asal bau tersebut dari Burung Elang, jadilah istilah “Sumbulang” akhirnya menjadi nama Kampung Sembulang yang saat ini dihuni oleh sekitar 1.000 jiwa.
Sembulang juga menjadi nama Kelurahan di Pulau Rempang ini. Kelurahan Sembulang menaungi Kampung Sembulang, Dapur Enam, Tanjung Banon, Sungai Buluh dan Sungai Raya.
Sembulang Camping
Sementara istilah “Camping” pada nama Sembulang Camping, cerita salah satu warga, karena pada masa lalu kehidupan sangat susah, sehingga pakaian yang sudah koyak tetap dipakai, dijahit agar bisa digunakan lagi.
“Bajunya compang-camping, dicuci dijahit lagi. Itulah yang dipakai,” kata dia.
“Kalau Sembulang Pasir Merah, karena pasirnya warna merah.”
Sejak sekitar delapan bulan terakhir, Warga Kampung Sembulang dan Masyarakat Melayu lainnya di Pulau Rempang dan Galang terusik. Pemerintah merencanakan pengembangan Pulau Rempang sebagai kawasan ekonomi baru untuk Indonesia.
Konsekuensi dari rencana tersebut, Masyarakat Melayu yang telah menjalani kehidupan turun temurun di kampung-kampung yang ada di Pulau Rempang harus direlokasi. Warga bertahan, berharap pemerintah terketuk untuk tidak melakukan penggusuran, karena warga ingin jejak Melayu di pesisir tetap ada dan lestari.