
Dok; Ist.
EDISI.CO, NASIONAL– Public Interest Lawyer-Network (PilNet) Indonesia mengeluarkan tujuh sikap terkait penembakan warga Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Sebanyak tiga orang warga tertembak, satu diantaranya meninggal dunia saat warga melakukan aksi menuntut haknya di PT. HMBP 1 yang merupakan bagian dari Best Agro International Group pada Sabtu (7/10/2023).
Ketujuh sikap tersebut antara lain menuntut:
1. Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja kepolisian yang semakin hari semakin
menunjukkan watak represifnya;
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mengubah pendekatan
pengendalian massa agar sesuai dengan standar-standar hak asasi manusia yang
berlaku, termasuk yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 16 tahun 2006 tentang
Pengendalian Massa, No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan
Kepolisian, serta No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi
Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3. Perlu adanya upaya pembentukan Aparat Kepolisian yang berkompeten agar tidak
terjadinya perlakuan represif terhadap masyarakat meskipun aparat merupakan para
penegak hukum, bukan berarti mereka berhak semena-mena apalagi menggunakan
senjata, karena pada dasarnya masyarakat bukanlah para penjajah;
4. Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah untuk bertanggungjawab dan menindak
tegas dengan melakukan proses hukum baik etik maupun pidana anggota POLRI di
jajarannya yang melakukan kekerasan dan pelanggaran protap dalam penanganan aksi;
5. Kapolres Seruyan untuk membuka akses bantuan hukum kepada seluruh peserta aksi
yang ditangkap;
6. Kompolnas untuk melakukan investigasi terhadap tindakan aparat Polres Seruyan;
7. Komnas HAM agar melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh
aparat Polres Seruyan.
Dalam keterangan yang diterima, dijelaskan aparat kepolisian Polres Seruyan dan Polda Kalteng menembaki warga Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah yang sedang melakukan aksi menuntut haknya di PT. HMBP 1 yang merupakan bagian dari Best Agro International Group.
Baca juga: Warga Melayu Pulau Rempang Tidak Ingin Digeser walau Sejengkal
Aksi Warga Desa Bangkal hari ini adalah aksi protes yang sudah dilakukan sejak tanggal 16
September 2023. Aksi protes warga dilakukan dengan menutup akses jalan masuk perusahaan
PT HMBP.
Oleh sebab, tuntutan warga tidak kunjung dipenuhi oleh pihak perusahaan, rencananya warga melakukan kegiatan blokade lahan area yang selama ini dituntut untuk diberikan kepada masyarakat (area berada diluar HGU PT. HMBP).
Alih-alih turut memberikan pengayoman, aparat kepolisian yang berjaga di lokasi areal perusahaan justru melakukan tindakan represif kepada warga yang berada di lokasi dengan menembakan gas air mata dan menembak menggunakan peluru tajam. Tindakan ini dilakukan tanpa dasar dan pemicu yang jelas.
Akibatnya, berdasarkan informasi yang didapatkan dari lapangan, setidaknya terdapat tiga orang warga yang terkena tembakan, dua orang mengalami luka berat dan 1 orang diantaranya meninggal dunia di lokasi.
Masih dalam keterangan yang sama,disebutkan lagi-lagi penggunaan gas air mata dalam penanganan aksi massa digunakan tanpa prosedur yang jelas di sini. Lebih dari itu, penggunaan senjata api dengan peluru tajam dalam penanganan aksi massa tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Merujuk Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, disebutkan bahwa anggota satuan pengendalian massa dalam unjuk rasa dilarang untuk melakukan delapan hal. Salah satunya membawa senjata tajam dan peluru tajam.
Tragedi semacam ini tentu tidak dapat dibenarkan. Aparat Kepolisian sebagai alat negara yang
seharusnya menegakkan Hukum dan HAM, justru mengkhianati penegakan Hukum dan HAM
dengan mengekang kebebasan berpendapat dan perjuangan warga Desa Bangkal
memperjuangkan haknya yang telah jelas diatur dalam berbagai peraturan baik Nasional
maupun Internasional.
Baca juga: Sebulan Berlalu, Warga Pulau Rempang Peringati Perjuangan 7 September 2023
Kepolisian nampaknya jelas-jelas mengabaikan hal ini. Padahal setiap aparat kepolisian
seharusnya tunduk dan patuh terhadap Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam setiap penyelenggaraan tugas
Kepolisian.
Selain itu kepolisian telah pula melanggar Standar Norma dan Pengaturan (SNP)
Pembela HAM. Tindakan kekerasan yang menyebabkan luka terhadap massa aksi
dinilai melanggar Perkap No. 1 tahun 2009 tentang penggunaan Kekuatan dalam Tindakan
Kepolisian melanggar prinsip nesesitas, proporsionalitas dan reasonable yang tertuang pada
ayat (3).
Tindakan aparat kepolisian yang arogan dan menghilangkan nyawa orang lain merupakan
sebuah tindakan yang merendahkan harkat martabat sebagai manusia yang tidak dibenarkan.
Narahubung:
Sekar Banjaran Aji – Koordinator PilNet Indonesia
081287769880
PilNet Indonesia:
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Sawit Watch, Greenpeace Indonesia,
Perkumpulan HuMa, Gemawan, Trend Asia, ELSAM.