EDISI.CO, BATAM– Warga Melayu Pulau Rempang tidak ingin digeser dari kampung mereka. Walaupun hanya sejengkal.
Hal tersebut disampaikan salah satu warga Pulau Rempang yang sudah berusia 76 tahun. Ia tinggal bersama ibunya yang sudah berusia lebih dari 100 tahun.
Ia lahir dan tumbuh besar di pesisir Pulau Rempang. Hidup dari hasil laut yang selama ini menjadi sumber pendapatan mereka selama ini.
“Kami dilahirkan di sini tanpa kekurangan apapun. Tapi di usia kami yang sudah 76 tahun ini, datang yang seperti ini apa tidak kami kaget,” kata dia.
Sudah hampir setahun warga Pulau Rempang timpang. Hidup dengan pikiran terganggu. Takut tergusur dari tanah kelahiran yang turun-temurun telah mereka huni ratusan tahun lalu.
Bimbang peradaban mereka di kampung-kampung akan hilang. Jejak makam leluhur. Ruang bermain dan menangkap hasil laut.
Baca juga: Sebulan Berlalu, Warga Pulau Rempang Peringati Perjuangan 7 September 2023
Perjuangan warga untuk tetap dapat bertahan di tanah warisan leluhur mereka terus mengemuka. Termasuk lewat pernyataan langsung warga dan gerakan bersama yang mereka adakan. Dalam banyak momen, warga Pulau Rempang selalu menyuarakan penolakan relokasi.
Salah satunya adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi Muhammad SAW 1445 Hijriyah yang diperingati di kampung-kampung, dimanfaatkan warga untuk berdoa dan menyatakan penolakan rencana penggusuran dari kampung mereka.
“Satu jengkalpun kami kami tidak boleh terangkat dari Rempang Galang ini,” kata dia.
Momen kedatangan Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia di Tanjung Banun pada Jumat (6/10/2023) sore lalu juga dioptimalkan warga. Mereka datang menemui Bahlil sambil mengangkat spanduk dan karton yang berisi penolakan rencana penggusuran.
Aspirasi itu disampaikan langsung di depan Bahlil.