EDISI.CO, BATAM– Sidang perdana Gugatan terhadap kepolisian terkait penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka atau Praperadilan terhadap 30 tahanan yang berada dalam dampingan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Selasa (31/10/2023) telah selesai digelar.
Dilaksanakan di tiga ruang dengan tiga hakim berbeda, sidang perdana praperadilan ini berisi agenda pemeriksaan berkas dan pembacaan permohonan praperadilan oleh Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang. Kedua agenda berjalan lancar. Sebanyak 25 permohonan untuk 30 tersangka telah diterima.
Mangara Sijabat, Direktur LBH Mawar Saron Batam yang ambil bagian dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, mengatakan proses sidangakan dilakukan setiap hari selama satu minggu ke depan. Agenda selanjutnya adalah mendengarkan jawaban dari termohon dalam hal ini Polresta Barelang pada Rabu (1/11/2023) besok. Berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi dan akhirnya putusan dibacakan oleh akim tunggal yang menangani sidang.
Sidang perdana Praperadilan ini juga dihadiri oleh keluarga tahanan. Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang dalam kesempatan tersebut meminta agar tahanan yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka ikut dhadirkan dalam proses yang akan berjalan selama satu minggu ini. Namun keinginan tersebut tidak dikabulkan hakim yang menganggap tim pendamping sudah mewakili kehadiran tahanan.
Baca juga: Sidang Praperadilan terkait Kasus Rempang Dimulai, Beberapa Jadwal Sidang Ditunda
“Kami memohon doa kepada masyarakat, ini adalah perjuangan yang diatur dalam undang-undang, perjuangan secara hukum yang cara mainnya sudah diatur. Biarkan nanti PN Batam ini menjadi tempat bagi para pencari keadilan dan kami merasa hakim yang menangani kasus ini masih memiliki rasa keadilan untuk memutus perkara ini secara adil pula,” kata Mangara.
Mangara melanjutkan, fokus utama praperadilan ini untuk menguji penetapan tersangka apakah sah atau memenuhi bukti permulaan yang cukup atau tidak. Pada prosesnya, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untu Rempang meyakini penetapan tersangka pada 30 tahanan terkait kasus kerusuhan di depan Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam pada 11 September 2023 lalu tidak memenuhi bukti permulaan yang cukup. Karena penetapan tersangka bukan hanya berdasarkan bukti laporan polisi atau keterangan pemohon, tetapi harus disertai alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP yaitu ada surat, saksi, petunjuk, dan sebagainya.
Sidang perdana Gugatan terhadap kepolisian terkait penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka atau Praperadilan terhadap 30 tahanan yang berada dalam dampingan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Selasa (31/10/2023)-Edisi/bbi
Hal penting lain, jenis laporan untuk semua tersangka adalah Tipe A, artinya laporan itu bersumber dari internal kepolisian. Dimana untuk beberapa tersangka, tidak diberikan surat penahanan, surat penangkapan. Tim Advokasi juga menemukan pasal-pasal yang dikenakan kepada para tersangka tidak ada dalam KUHP. Seperti Pasal 213 ayat 2 E; Pasal 214 ayat 2 E; Pasal 170 ayat 2 E, tidak ada dalam KUHP.
“Logikanya, kalau itu salah ketik itu satu dokumen, tapi ini ada di dokumen lain ada juga dan sama. Kami meminta hakim tunggal dalam praperadilan ini membatalkan status tersangka karena banyak prosedur yang dilanggar. Tidak terpenuhinya bukti permulaan yang cukup” kata Direktur LBH Pekanbaru, Andi Wijaya.
“Upaya praperadilan memang hanya menguji formalitas, kami menilai cacat formil. Ada beberapa pasal yang tidak ada dimuat, penetapan tersangka tidak memenuhi bukti permulaan yang cukup.”
Termohon tidak Siap
Sopandi, pengacara Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang dari PBH Peradi Batam, menyayangkan ketidaksiapan tim termohon di sidang perdana ini. Padahal berkas pengajuan permohonan Praperadilan ini sudah mereka terima seminggu sebelumnya.
Hal ini membuat jalannya persidangan yang seharusnya bisa lebih cepat, menjadi tertahan karena harus menunggu jawaban dari termohon di agenda sidang pada hari berikutnya.
Baca juga: Jangan jadi Pelakor!
“Termohon telah menerima satu minggu sebelumnya, harusnya sudah siap. Inikan membuat lambat, besok itu hanya jawaban. Kami sampaikan, kami cukup kecewa termohon tidak siap. Dan itu memperlambat proses yang sebenarnya harus cepat,” kata Sopandi seusai dirinya menjalani sidang di Ruang Sidang Purwoto Gandasubrata PN Batam.
Pemidanaan dengan itikad jahat
Lebih jauh, Staf Advokasi dan Jaringan YLBHI, Ahmad Fauzi, mengatakan dari kronologi yang pihaknya sampaikan dalam permohonan praperadilan tersebut, ada unsur pemidanaan dengan itikad jahat. Fauzi mencontohkan salah satu kronologi dari seorang tersangka yang datang karena penasaran, sementara dia tidak tahu apa-apa, ia terkena gas air mata dan langsung diangkut, dijadikan tersangka. Pengenaan pasal yang tidak ada dalam undang-undang juga menjadi tanda tanya besar buat mereka.
“Kondisi itu yang kami sebut kriminalisasi atau pemidanaan dengan itikad jahat. Praperadilan ini upaya yang kita tempuh, misalnya menang akan ada upaya lanjutan untuk pemulihan nama baik para tersangka.”
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Boy Jerry Even Sembiring, melihat ada yang tidak tepat dari prosedur penetapan tersangka pada 30 warga yang mereka dampingi. Untuk itu, ia menilai tidak ada alasan bagi hakim tunggal yang menangani praperadilan ini untuk tidak mengabulkan permohonan mereka. Sesuatu yang tidak tepat, lanjut Boy tidak akan bisa benar secara materil.
“Bagaimana sesuatu yang tidak tepat bisa benar secara materil. Bagi kami, kalau Pengadilan Negeri Batam ini asih menuangkan keadilan, seharusnya pada putusan Senin (6/11/2023) nanti, tidak ada alasan permohonan ini ditolak,” kata Even.
Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang sendiri terdiri atas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI-LBH Pekanbaru, Eksekutif Nasional WALHI, Eksekutif Daerah WALHI Riau, LBH Mawar Saron Batam, PBH Peradi Batam, PP Man, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), serta Trend Asia.