EDISI.CO, BATAM- Persidangan praperadilan 30 orang tersangka saat demo di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam memasuki agenda pembuktian dari pemohon maupun termohon.
Fakta-fakta baru muncul dalam persidangan itu. Pertama, penetapan para tersangka tidak didasarkan pada dua alat bukti yang cukup, sah, dan relevan, karena para tersangka rata-rata ditetapkan sebagai tersangka pada rentang waktu 11 s/d 12 September 2023. Sementara itu, semua keterangan saksi, ahli, dan bukti surat didapatkan dan dibuat menyusul, seperti Keterangan saksi didapatkan pada tanggal 12-18 September, Keterangan ahli didapatkan 23 dan 25 Oktober, dan hasil visum didapatkan 05 Oktober.
Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 1 angka 14 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU/XII/2014 sudah selayaknya penetapan tersangka mereka dibatalkan Pengadilan Negeri Batam karena tidak didahului dengan 2 alat bukti yang cukup, sah dan relevan untuk menetapakan mereka sebagai tersangka.
Kedua, surat penangkapan dan penahanan terlambat diberikan kepada keluarga dan disampaikan dengan prosedur yang tidak layak, bahkan ada keluarga yang menerima pada tanggal 26 Oktober 2023 setelah permohonan praperadilan dimasukkan ke PN Batam. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) KUHAP Jo. Putusan MK No. 3/PUU-XI/2013 maka surat surat tersebut harus dinyatakan tidak sah karena melewati batas tujuh hari.
Ketiga, Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) hanya diberitahukan “secara lisan” kepada tersangka, dan tidak menerima SPDP dalam bentuk fisik, padahal menurut Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015 dan beberapa preseden putusan pengadilan, penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan bukan sekedar memberitahukan. Oleh karena itu seharunya penyidikan terhadap para tersangka harus dikatakan tidak dan dan batal demi hukum.
Mangara Sijabat, Direktur LBH Mawar Saron Batam yang tergabung dalam Tim Advokasi mengatakan fakta-fakta hukum di persidangan memperlihatkan secara hukum seharusnya tidak ada alasan hakim untuk menolak Praperadilan ini.
“Kami juga mohon doa dan dukungan masyarakar luas dalam mengawal perkara ini agar putusan hakim pada Senin, 6 November 2023 nantinya mencermikan nilai keadilan di masyarakat,” kata Mangara dalam keterangan yang diterima pada Sabtu (4/1/2023).
“Hakim yang mengadili perkara ini juga jangan takut walaupun termohon dalam hal ini instusi kepolisian, jika memang ada kesalahan oleh termohon (Polresta Barelang) ya hakim juga harus berani mengatakannya melalui putusan nanti, sekarang masyarakat luas menaruh harapan yang besar pada hakim perkara ini.”
Mangara melanjutkan, memang ada kerusakan saat aksi di BP Batam lalu, namun yang jadi pertanyaannya siapa yang merusaknya? Untuk itu semua itu harus berdasarkan pada bukti.
“Jangan seperti sekarang yang menjadi tersangka malah orang yang kami duga jadi korban salah tangkap,” tambah Mangara.
Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau yang juga salah satu tim kuasa, menyebut proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Batam menunjukkan penetapan tersangka dilakukan secara tidak sah dan terburu-buru. Karena seluruh alat bukti yang dipergunakan penyidik hadir setelah penetapan tersangka.
“Kekeliruan putusan Hakim nanti berpotensi melahirkan preseden buruk dalam penetapan tersangka di kemudian hari. Karenanya, proses praperadilan ini harus jadi alat koreksi dan dorongan perbaikan tindakan dan kebijakan kepolisian secara umum, agar tidak kembali terulang penetapan tersangka yang tidak sesuai prosedur dan dilakukan secara prematur,” sebut Even.
Berdasarkan fakta dan proses persidangan di Pengadilan Negeri Batam seharusnya semua permohonan praperadilan ini dikabulkan seluruhnya oleh Pengadilan Negeri Batam.
Terkait hal ini, Sopandi, Wakil Ketua PBH Peradi Batam menyebut ruangan-ruangan di Pengadilan Negeri Batam di Senin nanti harus jadi saksi sejarah bagaimana hukum dimuliakan dalam dua puluh enam putusan praperadilan ini.
“Pengadilan sebagai ruang mencari keadilan harus melahirkan sejarah peradilan yang baik. Di mana keadilan yang dicari 26 tersangka dapat ditemukan di ruang-ruangan Pengadilan Negeri Batam. Keadilan yang mengeluarkan 30 orang yang diduga jadi korban salah tangkap yang kini berada di ruang tahanan Polresta Barelang,” ujar Sopandi.