EDISI.CO, BATAM– Sidang perdana 35 tahanan terkait dengan Pulau Rempang dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Kamis (21/12/2023) hari ini. Dari 35 tahanan tersebut, 29 tahanan didampingi Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang. Proses hukum terhadap tahanan yang diamankan pada 11 September 2023 lalu itu dilanjutkan tanpa Restorative Justice (RJ) yang sempat dijanjikan.
Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang menilai kabar duka ini tentu mengejutkan banyak pihak yang bersolidaritas untuk Rempang, sebab nestapa dan ratapan para terdakwa korban kriminalisasi bela Rempang sudah di luar batas kemanusiaan.
Perkara 35 tahanan bela Rempang peristiwa tanggal 11 September 2023 ini dilanjutkan dengan klasifikasi perkara Kejahatan Yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang Atau Barang. Tim advokasi menilai dilanjutkannya perkara ini tentu saja semakin menunjukkan kemunduran fatal terhadap demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, untuk kasus kriminalisasi ini pun harus sampai memakan waktu hingga sekitar 4 bulan lamanya, hal ini tentu saja tidak lagi manusiawi, untuk itu kita perlu memastikan hakim yang memeriksa perkara ini haruslah hakim yang lahir dari rahim reformasi yang dicita-citakan dan hakim yang mampu menghadirkan keadilan.
Belum lagi, belakangan banyak janji-janji penangguhan yang dilontarkan ke publik oleh pihak BP Batam, yang sampai saat ini tidak tunai dilakukan dan bahkan TIM Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang juga sudah mengajukan penangguhan penahanan pada 6 Oktober 2023 lalu juga tidak digubris, banyak pihak mempermainkan keadilan yang dituntut keluarga korban dari kriminalisasi ini dan tidak terdapat lagi hati nurani dalam kasus ini.
Tim Advokasi juga mengingatkan kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini haruslah tunduk pada Pasal 4 Peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor: 02/PB/MA/IX/2012; 02/PB/P.KY/09/2012 yang menyebutkan prinsip-prinsip Kode Etik dan Pedoman bagi Hakim, yaitu haruslah berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggungjawab, menjunjung tinggi harga diri dst.
Mangara Sijabat, Direktur LBH Mawar Saron Batam, mengatakan proses persidangan ini perlu dikawal dan diawasi oleh semua pihak.
“Kita semua perlu memastikan bahwa PN Batam ini harus menjadi tempat yang tepat bagi para pencari keadilan dan mampu menghadirkan rasa keadilan untuk memutus perkara ini yang seadil-adilnya dan demi kemanusiaan, serta jangan sampai ada intervensi dari pihak manapun kecuali untuk keadilan.”
“Sidang pokok perkara ini, tidak boleh luput dari nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri karena ada dalam adagium hukum Audi Et Altteram Partem yaitu hakim tidak boleh memihak tetapi harus mendengarkan kedua belah pihak dan adagium hukum Fiat Justitia Ruat Coelum yang artinya hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh, sehingga hakim nanti nya harus bersifat adil dan tidak memihak dan memutus berdasarkan fakta ya kalau memang berdasar fakta nanti nya harus bebas ya harus dibebaskan, Hakim harus berani dan jangan ragu-ragu”.
Baca juga: UGM Hadirkan Rumah Ibadah 6 Agama di Lingkungan Kampus
Sopandi PBH Peradi Batam juga menyayangkan putusan praperadilan yang berlangsung sebelumnya, dikarenakan semua bukti menunjukkan proses penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka kala itu, jelas tidak didasarkan pada dua alat bukti yang sah dan cacat formil lainnya namun nyatanya Hakim tidak berpihak pada kebenaran dan rasa keadilan. Untuk itu dalam perkara perdana ini, haruslah dijalankan berdasarkan Asas Hakim harus mendengarkan kedua belah pihak sesuai dengan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Kita sebenarnya ragu Pengadilan Negeri Batam akan menyidangkan perkara ini dengan objektif, apalagi di duga Pengadilan Negeri Batam masuk kedalam susunan intansi yang terlibat untuk menyukseskan rempang eco city, namun begitu kita tetap berharap Hakim yang menyidangkan masih punya hati nurani.”
Edy K.Wahid, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga kembali menegaskan agar kekeliruan ini jangan sampai berlanjut. Persoalan ini perlu dihentikan segera dengan memberikan keadilan bahkan membebaskan semua korban kriminalisasi atas bela Rempang.
“Kemudian kami mengingatkan kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini dan Penuntut Umum agar memenuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia selama proses persidangan, khususnya prinsip sidang terbuka untuk umum dan hak-hak para terdakwa untuk membela diri,” tegas Edy K.
Andi Wijaya, Direktur LBH Pekanbaru, menyebut penetapan tersangka hingga masuk persidangan merupakan bentuk nyata tindakan Polri yang tidak beritikad baik dan tidak mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
“Salah satu kronologi yang janggal dialami seorang Terdakwa yang datang pada saat aksi demo di depan kantor BP Batam tersebut yaitu karena penasaran dan sementara dia tidak tahu apa-apa, namun terkena gas air mata dan langsung diangkut hingga perkara ini bergulir di Pengadilan Negeri Batam. Dilanjutkannya perkara ini merupakan bentuk nyata pemidanaan dengan itikad jahat dan mengutuk keras segala bentuk upaya untuk membuat perkara ini berjalan tidak adil dan tidak boleh di intervensi oleh siapapun” tutur Andi Wijaya.
Untuk itu, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang memohon doa dan meminta publik untuk mengawal dan mengawasi kasus ini hingga mereka mendapatkan keadilan.