EDISI.CO, BATAM– Seorang anggota Direktorat Pengamanan (Ditpam) Badan Pengusahaan (BP) Batam menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan berkaitan dengan sanksi yang akan ia dapatkan atas perbuatannya memepet warga yang dikawalnya ketika akan menjual hasil tangkapan (Rajungan) ke Kampung Tanjung Banon pada Rabu (10/1/2024).
Aksinya memepet warga, berupaya merebut ponsel dan melarang memvideokan itu, direkam oleh warga yang ia kawal. Di akhir video, anggota Ditpam yang diketahui bernama Arnanda tersebut terlibat adu mulut dengan warga. Ia bertanya alasan memvideokan dan melarang untuk disebar. Padahal anggota Ditpam dan temannya itu diakui warga membahayakan keselamatan mereka.
“Sedang diperiksa oleh atasannya, kita lihat nanti,” kata Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait saat dihubungi pada Kamis (11/1/2024).
Ariastuty menjelaskan bahwa pengemudi yang mengawal warga tersebut adalah anggota Ditpam BP Batam, sementara satu orang yang diboncengnya anggota Intel Polsek Galang.
Kejadian bermula dari warga tersebut akan melewati titik sekat pengamanan di Simpang Dapur Enam. Saat itu ia dilarang masuk ke Tanjung Banon karena pertimbangan untuk menjaga situasi kondusif. Ia menjelaskan bahwa akan menjual hasil tangkapan (Rajungan) ke pengepul di Tanjung Banon.
“Namun karena memaksa untuk melintas, akhirnya diijinkan oleh kapolsek untuk melewati penyekatan dengan catatan dikawal sampai ke lokasi penampungan di Tanjung Banon, hingga kembali melintas Simpang Dapur Enam.”
Untuk diketahui, pemerintah melalui BP Batam menggelar kegiatan peletakan batu pertama pembangunan empat buah rumah contoh sebagai hunian warga yang terdampak penggusuran akibat Program Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City pada hari yang sama. Tidak semua warga diperkenankan hadir, sehingga ada penjagaan di Simpang Dapur Enam.
Warga yang tidak setuju dengan rencana penggusuran juga melakukan aksi. Aksi itu dalam rupa pernyataan sikap menolak segala bentuk relokasi maupun penggeseran; menolak pembangunan rumah contoh di Tanjug Banon; menolak pembentukan tim terpadu; dan menolak penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 tahun 2023.
Mereka rencananyan akan melakukan aksi di lokasi kegiatan, namun tidak dibenarkan masuk oleh petugas, sehingga pernyataan penolakan tersebut mereka lakukan di Simpang Dapur Enam, lokasi yang dilewati pejabat Forkopimda Kepri untuk kegiatan peletakan batu pertama tersebut.
Baca juga: Di Tengah Hujan, Warga Rempang Tolak Penggusuran
Mereka menyatakan sikap di tengah hujan, sekitar pukul 11.00 WIB.
Sebelum itu, spanduk bertuliskan penolakan relokasi yang menjadi alat peraga, sempat diamankan, namun berhasil direbut kembali. Kejadian ini sempat menimbulkan ketegangan antara warga dan petugas, namun pernyataan sikap mereka tetap dilakukan.
Terkait dengan warga yang terus menyuarakan penolakan, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, mengatakan akan bekerja maksimal memberikan pengertian bahwa Rempang Eco City yang akan dibangun adalah untuk masyarakat.
“Kita akan berusaha semampu kita memberikan pengertian, ini semua untuk sodara kita,” kata Rudi.
Rudi mengatakan pihaknya tidak lagi menggunakan kekuatan yang mungkin akan mengganggu psikologis masyarakat seperti yang terjadi pada 7 dan 11 September 2023 lalu.
“Kita berusaha persuasif buat masyarakat kita di sini.”
Sementara itu, Direktur LBH Pekanbaru, Andi Wijaya, dalam keterangannya menuturkan Tim Terpadu dan Satuan Tugas melalui Keputusan Kepala BP Batam Nomor 265 tahun 2023 adalah bukti nyata kebijakan siluman yang prematur dan tidak partisipatif. Selama permasalahan konflik agraria di Rempang tidak diselesaikan, yakni pengakuan hak-hak atas tanah masyarakat Rempang, maka Timdu dan Satgas hanya menambah daftar panjang pelanggaran HAM di rempang.
Untuk itu, pihaknya mengigatkan kepada Timdu dan Satgas agar tindak bertindak sewenang-wenang dan memperhatikan hak-hak warga Rempang termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri yang dilindungi oleh konstitusi dan Undang-Undang.
“Dari awal Proyek ini ambisius BP Batam yang dijalankan secara ugal-ugalan dan terkesan memaksakan ditambah Pembentukan Tim Terpadu dan Satuan Tugas membuktikan bahwa BP Batam tidak memiliki solusi penyelesaian yang baik dan terkesan bebal atas apa yang disuarakan oleh masyarakat selama ini, sebagai representasi negara, BP Batam sudah seharusnya melindungi, menjamin dan memenuhi hak- hak masyarakat, bukan malah mengambil tindakan yang berpotensi melanggar HAM,” kata dia.
“Negarapun dalam hal ini jelas sekali tidak berpihak kepada rakyat Rempang dan tidak mendengarkan suara dan pendapat rakyat, sama sekali hak untuk menyatakan tidak oleh rakyat Rempang untuk menolak relokasi dalam bentuk apapun tidak dipenuhi dan diabaikan.”