EDISI.CO, BATAM– Delapan warga Pulau Rempang yang menjadi tersangka saat Bentrok dengan Tim Terpadu di Kampung Tanjung Kertang, Kelurahan Rempang Cate di Jembatan 4 Barelang, Pulau Rempang pada 7 september 2023 lalu, telah dihentikan penyidikannya pada 9 April 2024 lalu. Artinya status tersangka yang mereka sandang sebelumnya dihapuskan.
Direktur LBH Mawar Saron Batam, Mangara Sijabat mengatakan sekitar tujuh bulan para warga ini mengemban status tersangka dan menjalani wajib lapor sebanyak dua kali dalam seminggu ke Polresta Barelang. Pembebasan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) oleh Polresta Barelang ini harapannya dapan juga berlaku bagi perkara lain yang memang layak dan bisa diterapkan. Pihaknya yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang yang menangani tujuh dari delapan warga ini mengapresiasi langkah Polresta Barelang.
“Terima kasih banyak juga kepada pihak kepolisian, Polda kepri dan Polresta Barelang yang akhirnya menghentikan penyidikan perkaranya melalui RJ dan pendekatan kemanusian sehinga hal-hal seperti ini dapat dilakukan lagi ke depannya dalam perkara lain.”
Mangara melanjutkan, sebenarnya pada 6 oktober 2023 lalu, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang pernah memasukkan surat permohonan penghentian penyidikan/SP3 terhadap para tersangka yang telah bebas ini. Mereka meyakini apa yang dilakukan oleh warga Rempang ini dalam rangka mempertahakan hak atas tanah mereka di Pulau Rempang. Namun permohonan itu tidak langsung ditindaklanjuti, akan dipertimbangkan oleh pimpinan Polresta Barelang.
“Penetapan tersangka atas mereka saat itu amat kami sayangkan, kiranya ke depannya masyarakat yang mempertahankan hak atas tanah mereka seperti masyarakat Rempang dapat direspon baik, dilindungi secara hukum. Karena mereka juga berhak mendapatkan kenyamanan dan keamanan atas hidup mereka,” kata Mangara.
Seperti diketahui, pada 7 september 2023 lalu, terjadi bentrok antara masyarakat Pulau Rempang dengan Tim Terpadu yang terdiri dari Polisi, TNI, Ditpam BP Batam dan Satpol PP yang mencoba masuk ke Pulau Rempang untuk melakukan pengukuran tata batas lahan di sana. Pulau Rempang rencananya akan dijadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City, padahal belum ada kesepakatan apapun dengan masyarakat di sana.
Sehingga saat itu masyarakat menolak segala aktivitas sebelum jaminan kampung-kampung mereka tidak digusur. Akhirnya, terjadilah bentrok antara masyarakat dengan Tim Terpadu. Bentrokan ini terjadi hingga larut malam yang menyita perhatian nasional. Anak sekolah dan warga menjadi korban karena gas air mata.
Saat itu ada delapan warga ditetapkan menjadi tersangka dengan sangkaan melawan petugas yaitu atas nama Roma, Jakarim, AS Arianto, Pirman, Ripan Saputra, Martahan Siahaan, Hidayat, dan Farizal yang dimana saat itu mereka bersama masyarakat rempang berjuang mepertahankan hak atas tanah masyarakat rempang namun di tetapkan tersangka.
Sopandi, advokat dari PBH Peradi Batam, salah satu pengacara dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, mengatakan upaya RJ yang dilakukan Kapolda melalui Kapolresta Barelang merupakan upaya yang benar. Menunjukkan sikap bahwa polisi hadir bukan sekedar menghukum masyarakat, tapi juga menjalankan perintah undang-undang terkait megedapankan upaya RJ.
“Semoga dengan adanya tindakan dari pihak kepolisian seperti ini kembali menimbulkan kepercayaan masayarakat terhadap institusi Polri yang sempat diragukan karena banyaknnya tekannan terhadap kasus ini.”