
Edisi/ist
EDISI.CO, BATAM– Putusan Hakim Tunggal dalam Perkara Perlindungan Anak yang melibatkan anak dibawah umur di PN Batam pada Rabu (10/7/2024) dinilai tepat. Kuasa hukum terdakwa menganggap putusan tersebut laiknya obat dengan dosis yang tepat.
Untuk diketahui, Hakim Tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus Perkara Perlindungan Anak pada Pengadilan negeri Batam dengan putusan : Pelatihan Kerja selama 1 (satu) bulan dan Pidana Penjara Waktu Tertentu selama 4 (empat) bulan. Putusan Hakim Tunggal ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). JPU meminta hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama anak dalam masa tahanan dan pelatihan kerja selama 1 (satu) tahun dengan perintah agar anak tetap ditahan.
“Kami menilai putusan ini adalah putusan yang berkeadilan. Karena sesuai dengan sistem peradilan anak yang mengedepankan HAM. Sebagaimana diatur dalam pasal 66 ayat 4 UU No. 39 tentang HAM, pada intinya pemenjaraan anak itu adalah upaya terakhir. Sehingga kami menilai bahwa hakim memberikan putusan layaknya obat dengan dosis yang tepat,” kata Sopandi, kuasa hukum terdakwa.
Sopandi melanjutkan, pihaknya melihat tuntutan yang teramat tinggi, seolah jaksa bertindak semata-mata ingin menghukum terdakwa yang masih anak-anak. Padahal, tuntutan yang diberikan seharusnya untuk mendidik, dengan pertimbangan ia masih memiliki masa depan untuk menjadi lebih baik. Karena anak-anak ini masih memiliki masa depan, dan keinginan untuk melanjutkan Pendidikan.
Pada proses persidangan sendiri, pembelaan yang pihaknya sampaikan sesuai fakta sebenarnya yang dilakukan oleh klien mereka. Juga diketengahkan faktor pergaulan anak dan perhatian keluarga yang mempengaruhi kejadian ini.
Sopandi juga memaparkan pentingnya perhatian dari praktisi hukum terhadap anak-anak, sehingga mereka mendapatkan pengetahuan tentang bertindak benar dalam kacamata hukum di masyarakat.
Ia bersyukur hakim berangkat dengan pertimbangan keadilan anak dan keadilan korban, yang mana pada akhirnya anak sebagai pelakupun adalah korban, sehingga memutus perkara ini dengan prinsip berkeadilan dan mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.
Keluarga pelaku yang selalu hadir dalam persidangan, antusias menerima putusan ini. Mereka merasa memiliki harapan besar untuk perubahan anaknya ke depan.
“Mereka berharap jaksa tidak melakukan Upaya Hukum lanjutan atas putusan ini,” kata Sopandi.
Hal senada juga disampaikan rekannya, Nofita Putri Manik. Nofita mengatakan hakim tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara perlindungan anak ini memiliki perspektif yang baik tentang anak.
Baca juga: Juli 2024, Realisasi Pajak Daerah Batam Capai 54 Persen
Sebelum menjatuhkan putusannya, hakimpun telah mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan, sebagai bentuk tanggung jawab sebagai penyelenggara perlindungan anak yang berlandaskan UUD RI Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar konveksi hak-hak anak.
“Hakim mampu menghasilkan putusan yang berkeadilan dan kami sangat mengapresiasinya.”
Hakim tidak sepakat dengan tuntutan JPU yang tidak mengedepankan pemenuhan hak-hak anak dan kepentingan terbaik bagi anak. Nofita menyayangkan ketika sebagai salah satu penyelenggara perlindungan anak, jaksa dinilai gagal mengimplementasikan sistem peradilan anak agar berjalan dengan baik.
Penanganan kasus anak di bawah umur, harus dilihat lebih luas. Karena pelanggaran yang anak-anak perbuat tidak terlepas dari faktor di luar diri anak tersebut. Anak sejatinya adalah korban dari lingkungan dan sistem yang ada di dalam masyarakat.
“Kami berharap permasalahan anak berhadapan dengan hukum, khususnya terjadi di Kota Batam, menjadi perhatian dan konsentrasi kita bersama, sehingga generasi muda bangsa ini dapat diselamatkan dari bahaya masa depan yang suram. Negara, pemerintah, masyarakat dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, karena anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan negara di masa depan.”