EDISI.CO, BATAM– Non Goverment Organization (NGO) Akar Bhumi Indonesia menanggapi fenomena banjir yang terjadi berulang di Kota Batam. Akar Bhumi membaginya menjadi dua tinjauan, teknis dan non teknis.
Founder Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan, menyampaikan persoalan teknis yang menjadi sebab terjadinya banjir di Kota Batam meliputi lemahnya tata kelola lingkungan dan kurangnya infrastruktur yang mendukung.
Topografi Batam berbukit, geologinya didomininasi bauksit dengan lapisan tanah (soil) tipis dan geografisnya adalah pulau kecil yang dikelilingi lautan. Mengembangkan kota dengan topografis seperti Pulau Batam ini, kata Hendrik dalam keterangannya, bukan hal yang mudah. Mengingat ada permukaan tanah yang tinggi dan cekungan. Idealnya rekayasa pengembangan yang dilakukan adalah dengan metode cut and fill.
Pembangunan tersebut tentu merubah bioecorigion atau bentangan alam serta mempengaruhi
proses hidrologi, hingga air hujan membanjiri Kota Batam. Dari sinilah akar kuat permasalahan yang menjadi benang merah penyebab utama banjir di Kota Batam.
“Faktor teknis ini dipicu pada “brutalnya” pengembang di Kota Batam, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum lingkungan, serta apatisme masyarakat pada kasus-kasus lingkungan hidup.”
Akar Bhumi Indonesia juga memperhatikan adanya perubahan tutupan di area tertentu. Hilangnya green zone sangat mempengaruhi serasan air hujan yang turun. Kepulauan Riau (Kepri) yang rata-rata bertanah bauksit juga memberikan kontribusi banjir dan longsor, mengingat air tidak mudah terserap.
“Kita ambil contoh banjir yang terjadi di kawasan Simpang Panbil Mall, hal ini disebabkan perubahan
kawasan Hutan Konservasi Muka Kuning menjadi lahan industri dan perumahan. Ada tiga embung (cekungan air) yang telah ditutup dan ratusan hektar lahan yang dulunya hutan konservasi.”
Baca juga: Pemko Batam Siagakan Puluhan Alat Berat untuk Antisipasi Banjir
“Beberapa tahun ini dilakukan pematangan lahan dikawasan tersebut, hilangnya tutupan hijau itu telah menyebabkan longsor karena hilangnya pohon pengikat air,” tambahnya.
Lalu, banjir di kawasan Tembesi Tower, akibat perubahan sebagian Kawasan Hutan Lindung Tembesi menjadi area putih atau Alokasi Penggunaan Lain (APL), yang sekarang juga dilakukan pematangan lahan sehingga memicu banjir di Kampung Tembesi Tower. Lalu banjir di daerah Ocarina karena banyaknya penimbunan dan perubahan green zone dikawasan tersebut.
Dugaan ABI, lebih dari 60 persen cut and fill di Batam tak berizin. Kalaupun ada yang berizin, sebagian besar juga tidak menjalankan klausal izin lingkungannya. Jadi pasti akan menimbulkan dampak lingkungan, sosial serta ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah.
Bahkan bisa menimbulkan masalah hukum jika ada pihak yang mengajukan class action kepada Pemerintah Kota Batam, BP Batam atau kepada perusahaan terkait.
“Siapa yang berwenang mengeluarkan izin cut and fill maka wajib melakukan pengawasan. Pada beberapa kasus yang Kami adukan, pemerintah menyampaikan “Izinnya sedang dalam pengurusan” padahal dalam izin tersebut terdapat syarat-syarat berusaha.”
Pada tataran non teknis, Hendrik menjelaskan perubahan iklim yang menyebabkan anomali alam (kondisi iklim bumi yang tidak umum). Ditandai dengan curah hujan yang tidak wajar.
“Kontribusi faktor non teknis ini terhadap banjir di Kota Batam sangat kecil.”
Rekomendasi
Sejauh ini, Pulau Batam masih diuntungkan dengan adanya bendungan dan laut tempat muaranya air. Namun, ketika banjir datang dan bersamaan dengan laut pasang maka laut tidak lagi menjadi solusi keluarnya air. Justru bencana baru mengancam warga pesisir, contoh di dekat kawasan Shelter Akar Bhumi di perkampungan Pancur Pelabuhan, Tanjung Piayu. Di sana terkadang terkena banjir rob tatkala hujan diiringi dengan pasang air laut.
Untuk itu, pemerintah mesti melakukan mitigasi banjir di Kota Batam dengan melibatkan berbagai unsur. Faktor teknis di atas yakni tata kelola lingkungan, penyesuaian infrastruktur serta pengawasan dan penegakan hukum lingkungan mesti dilakukan. Melakukan rehabilitasi lahan dan hutan secara berkelanjutan.
“Banjir juga membawa sampah kemana-mana, perlu sesegera mungkin meningkatkan kesadaran masyarakat akan sampah. Perda 11 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Batam mesti diberlakukan secara penuh.”