EDISI.CO, CATATAN EDISIAN– Prabowo-Gibran, yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi, mulai bekerja sejak 20 Oktober 2024.
Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya.
Tanggal 21 Oktober 2024 kemarin, Presiden Prabowo Subianto resmi melantik dua menteri untuk menahkodai kementerian bidang pendidikan di Indonesia, yaitu Abdul Mu’ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan Satryo Soemantri Brodjonegoro sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.
Keputusan ini membuat masyarakat bertanya-tanya strategi bidang pendidikan seperti apa yang akan digunakan keduanya untuk membangun kesejahteraan bangsa Indonesia.
Para pendiri negara Indonesia telah merumuskan salah satu tujuan pemerintahan negara Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa (alinea 4 Pembukaan UUD 1945). Menurut Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan ini dapat dicapai melalui fungsi pendidikan nasional yang mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun, tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini belum sepenuhnya terealisasi. Buktinya, hingga saat ini masih ada sekitar empat juta anak Indonesia usia 7-18 tahun yang tidak bersekolah. Menurut skor PISA tahun 2022, hanya seperempat siswa usia 15 tahun yang memiliki kemampuan membaca minimum, sepertiga siswa yang memiliki kemampuan sains minimum, dan hanya seperlima saja yang mampu mencapai kemampuan matematika minimum. Human Capital Index (HCI) Indonesia di tahun 2020 yang menunjukkan sejauh mana peran pendidikan dan kesehatan terhadap produktivitas di masa depan, juga hanya meraih skor sebesar 0,54 yang berada pada peringkat 96 dari 175 negara.
Dengan dipisahnya kementerian yang menangani pendidikan, pemerintah memerlukan strategi-strategi yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan sesuai amanah undang-undang.
Apa saja strategi tersebut?
1. Strategi berbasis keunikan individu
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional berfokus pada pengembangan kemampuan personal setiap individu untuk dapat berinteraksi dengan dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Karena itu, penghargaan atas keunikan individu, baik berupa kelebihan maupun kekurangan, harus dipastikan sepanjang proses pendidikan. Caranya, pemerintah harus menghindari kurikulum yang one size fits all—tidak memberikan ruang bagi peserta didik untuk belajar sesuai keunikannya.
Kurikulum harus dibuat sistematik dan integratif dari tingkat dasar, menengah dan tinggi, sehingga setiap peserta didik dan pendidik dapat merancang peta jalan yang paling sesuai di setiap jenjang pendidikan untuk keunikan masing-masing peserta didik.
Sepanjang proses pendidikan, diperlukan juga pemetaan talenta secara rutin sehingga pendidik dapat mengarahkan dengan baik para peserta didiknya berdasarkan data. Meskipun praktik ini telah banyak dilakukan di berbagai organisasi, pemetaan talenta dalam proses pendidikan baru mulai dilaksanakan secara parsial di beberapa negara dan belum menjadi suatu program wajib.
2. Strategi interaksi bermakna
Proses pendidikan selama ini juga lebih menekankan pada peningkatan kemampuan berpikir, dan administrasi pendidikan yang berlebihan. Pendidik harus memiliki keleluasaan waktu untuk dapat berinteraksi secara tulus dan nyaman dengan peserta didiknya, bukan sekedar mengejar target materi pembelajaran dan mengisi borang (dokumen) administrasi.
Sehingga, pembicaraan yang terjadi antara pendidik dan peserta didik dapat meluas—bukan hanya terkait materi pembelajaran tapi juga bagaimana menghadapi kehidupan, membangun motivasi, menggapai mimpi dan mengambil peran sebagai anggota masyarakat saat proses pendidikan formal selesai.
Pendidik tidak sekadar menjadi agen pemberi informasi, tapi agen inspirasi. Walaupun kurikulum Merdeka selama ini telah memberikan ruang bagi kegiatan ini, sebagian besar pendidik masih terpaku pada aktivitas pengajaran formal dan administratif.
3. Strategi penguatan budaya
Strategi selanjutnya adalah memperbanyak pembelajaran terkait pemahaman terhadap budaya Indonesia serta budaya dunia.
Sebab, dengan kondisi dunia yang semakin terhubung dan tanpa batas, kolaborasi antarpihak dengan latar belakang berbeda adalah suatu keharusan. Bekal ini harus diberikan sejak dini dan secara terus menerus.
Pelajaran sejarah, misalnya, bukan menjadi materi hapalan tetapi menjadi bekal untuk menghadapi masa depan dan memupuk semangat nasionalisme.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan juga perlu fokus pada proses pembelajarannya, bukan hanya pada teori-teori di kelas. Ini dapat dicontohkan oleh pendidik dan orang tua serta menjadi komponen penilaian penting dalam ketercapaian pembelajaran.
Alih-alih mengajarkan di kelas untuk mengantre atau tidak membuang sampah sembarangan, pendidik dan orang tua bisa mengajak peserta didik untuk melakukannya dalam kehidupan sehari-hari, dan memberikan penilaian atas keterlibatan mereka.
Inspirasi dari berbagai komponen masyarakat seperti petani, pedagang, pekerja kesehatan, guru, dosen, peneliti, politikus, pemadam kebakaran dan lainnya, juga dapat menjadi bahan pengayaan materi pendidikan formal. Selama ini, masih sedikit unit pendidikan yang memberikan inspirasi langsung dari pelakunya.
Selain itu, meskipun bukan satu-satunya cara, festival budaya dan seni di unit pendidikan dapat menjadi pilihan efektif untuk diselenggarakan secara rutin.
4. Strategi pengarusutamaan sains
Syarat utama menjadi negara maju adalah penguasaan sains dan teknologi yang berdampak pada peningkatan kondisi ekonomi negara. Karena itu, tiga strategi pendidikan di atas perlu dilengkapi dengan strategi pembelajaran sains yang membangkitkan perangai ilmiah peserta didik.
Untuk memupuk perangai ini, kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat harus dijamin dalam setiap jenjang pendidikan. Peserta didik perlu dipancing untuk mempertanyakan keadaan di sekelilingnya dan diminta berpikir kritis untuk menemukan solusi inovatif.
Contohnya, alih-alih memberikan materi sains yang sudah terstruktur, peserta didik sebaiknya dilatih menemukan pengetahuan baru lewat sumber daya yang ada di sekelilingnya. Ini akan membuat pengetahuan baru yang diperoleh menjadi lebih personal dan relevan.
Walaupun ini sudah mulai diterapkan, prosesnya masih terkonsentrasi pada transfer pengetahuan dari pendidik ke peserta didik, bukan ke arah penemuan pengetahuan baru oleh peserta didik.
Baca juga: Warga dan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang tetap Solid
Untuk mengarusutamakan sains, pendidikan tinggi juga perlu mengutamakan riset. Dosen harus memiliki sumber daya yang cukup, termasuk keleluasaan waktu, untuk memprioritaskan kegiatan risetnya dibandingkan tugas lain apalagi administrasi. Terutama, riset-riset dasar maupun terapan yang mampu mendukung perekonomian Indonesia dengan mengacu pada keuntungan komparatif.
Keuntungan komparatif Indonesia terletak pada kekayaan biodiversitasnya. Artinya, riset-riset terkait pemanfaatan yang berkelanjutan terhadap biodiversitas perlu menjadi agenda utama. Ini mengingat potensinya untuk menggerakkan ekonomi lewat kegiatan-kegiatan yang menunjang ketahanan pangan, pemenuhan gizi, kemandirian sistem kesehatan, alternatif sumber energi dan material baru.
Hasil-hasil riset ini kemudian dapat menjadi bahan ajar untuk pendidikan sains di jenjang dasar dan menengah. Sehingga, akan tercipta siklus penciptaan ilmu pengetahuan yang terintegrasi dengan proses pendidikan.
Jadi, jika pemerintahan Prabowo memang serius ingin memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi dan pendidikan sebagaimana tertuang dalam Asta Citanya, keempat strategi di atas perlu menjadi prioritas mereka.
Penulis: Berry Juliandi, Dean, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, IPB University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.