
Edisi/muhammadiyah.or.id
EDISI.CO, NASIONAL- Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah menegaskan bahwa PSN terbukti telah memproduksi ketidakadilan dan persoalan serius. Baik menyangkut aspek hukum, HAM, politik, solidaritas sosial budaya, gap informasi dan juga krisis lingkungan hidup yang disebabkan pelanggaran penyelenggaraan tata ruang.
Buku “Kehampaan Hak di Balik Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City” yang telah diluncurkan LHKP PP Muhammadiyah, memberikan ulasan komprehensif multisektor dan actor-based yang juga menjadi praktik pertahanan politik sehari-hari yang diupayakan warga menghadapi otoritarianisme PSN.
Dokumen Risalah Kebijakan menggarisbawahi sejumlah hal berikut; pertama, PSN di Rempang ini jelas menegasikan politik desentralisasi dan menjebak kuasa politik lokal digerakkan oleh kekuatan oligarki bisnis; kedua, kewargaan diamputasi dan dipaksa oleh kuasa administrasi hukum agraria yang membabat hak-hak konstitusi warga sehingga dikorbankan dan diintimidasi (dikriminalisasi). Peristiwa pelanggaran hukum dan HAM dinormalisasi sebagai praktik ekonomi politik yang lazim.
Ketiga, relatif absennya kekuatan CSO baik yang berbasis sosial agama, hukum, lokal mendorong respon jaringan CSO nasional untuk mendampingi masyarakat terdampak PSN. Namun, kehadiran jaringan CSO yang selama ini telah memperjuangkan hak-hak masyarakat Rempang telah menambah kekuatan warga untuk menyikapi krisis pada masa mendatang.
Baca juga: 6 Pernyataan Komnas HAM atas Penyerangan terhadap Masyarakat Rempang
Atas Dasar itu, LHKP PP Muhammadiyah menyampaikan sejumlah desakan berikut:
- Dalam krisis kewargaan (tidak diakuinya kehadiran warga masyarakat adat di lokasi proyek dengan dalih tanpa sertifikat tanah) harus menjadi perhatian serius dan kondisi yang mendorong urgensi disahkannya RUU Masyarakat Adat secepatnya.
- Sebagai langkah mitigasi krisis seperti proses relokasi warga, diperlukan penguatan dukungan psikososial bagi warga, terutama anak-anak yang terdampak konflik. Ini bisa melibatkan keterlibatan lebih lanjut dari organisasi masyarakat sipil dan lembaga keagamaan seperti Muhammadiyah.
- Advokasi penegakan keadilan hukum harus terus diperkuat untuk melindungi hak-hak warga secara konstitusional. Ini termasuk memastikan akses warga terhadap bantuan hukum dan mendorong dialog antara berbagai pihak yang terlibat sehingga perlu partisipasi yang bermakna dari entitas masyarakat sipil (CSO).
- Perlunya pengakuan dan perlindungan hak tanah warga berbasis masyarakat adat, termasuk proses pemetaan yang partisipatif, transparan dan adil sebagai upaya pemajuan kemakmuran bagi rakyat.
- Pemerintah dituntut memperbaiki koordinasi antar lembaga dan kelompok masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah, untuk mencapai pendekatan yang lebih terpadu dan efektif dalam mengatasi isu-isu yang dihadapi oleh warga Rempang dan lainnya akibat proyek strategis nasional (PSN).
- Kepada Pemerintah China, dan atau Entitas Bisnis China yang berinvestasi di Indonesia, PP Muhammadiyah bersama dengan gerakan masyarakat sipil lainnya konsisten untuk menjadikan perlindungan HAM masyarakat Rempang (dan juga Indonesia), perlindungan Lingkungan Hidup, serta keanekaragaman hayati sebagai jangkar utama. Seluruh investasi yang akan melanggar ketiga hal utama tersebut harus dievaluasi dan jika diperlukan dapat dihentikan.
- Kepada Pemerintah Republik Indonesia agar dengan sungguh-sungguh dan benar-benar memedomani UUD 1945 untuk menjadi rujukan tertinggi dalam bernegara dan mengelola pemerintahan. Jelas, UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk memberikan perlindungan kepada warga negara tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan asal usul.
Siaran Pers
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah