
Parkirkan Alat Berat. Operator alat berat proyek rumah relokasi tahap 1 memarkirkan alat berat di tengah jalan, imbas uang makan dan sewa belum dibayar-Edisi/bbi.
EDISI.CO, BATAM– Operator alat berat pembangunan rumah relokasi Rempang Eco City tahap 1 di Tanjung Banon, Rempang mogok kerja pada Senin (10/3/2025). Mereka bahkan memarkirkan alat berat di tengah jalan di salah satu kawasan perumahan.
Aksi operator alat berat ini sebagai bentuk protes untuk menuntut pencairan uang makan dan pembayaran sewa alat berat oleh PT Lestari Nauli Jaya, selaku kontraktor pelaksana pembangunan rumah relokasi tahap 1 ini.
Setelah menempatkan alat berat di tengah jalan, para operator lalu mendatangi Proyek Manager PT Lestari Nauli Jaya, Budi, yang menempati salah satu rumah relokasi sebagai kantor mereka, tepatnya rumah nomor C5/14.
Di sana, para operator mengeluhkan kesulitan yang mereka alami. Bahwa tunggakan pada uang makan dan sewa alat berat yang telah mereka kerjakan, membuat mereka sulit memenuhi kebutuhan harian.
Budi menerima kehadiran operator alat berat ini. Sebagian masuk dan duduk semeja dengannya, sebagian lain menunggu di luar. Mereka berbincang.
Pihak perusahaan kemudian mendata nilai tunggakan, baik uang makan maupun sewa alat berat dari operator yang hadir. Pelaksana Lapangan PT Lestari Nauli Jaya (LNJ), Dirga, menuturkan data tersebut akan disampaikan ke manajemen untuk kemudian ditindaklanjuti.
“Tadi sudah didata. Akan disampaikan ke manajemen.”
Belasan operator alat berat ini lalu membubarkan diri. Sambil menunggu informasi dari pihak perusahaan terkait kepastian hak mereka.
Untuk diketahui, PT LNJ bertanggungjawab atas pembangunan 350 rumah relokasi di Tanjung Banon ini. Dari jumlah itu, ada 90 rumah yang sampai saat ini siap huni.
Baca juga: Rencana Transmigrasi Lokal yang Ditolak Warga dan Niat Menteri Iftitah Berkantor di Rempang
Sementara itu, Badan Pengusahaan (BP) Batam, dalam keterangan Nomor : SP- 68/A1.5/2/2025 menerangkan bahwa ada 68 rumah yang sudah dihuni oleh warga terdampak PSN Rempang Eco City.
Keterbatasan Bahan
Kenyataan lain yang diakui pekerja sebagai kendala, juga penulis temukan dalam pembangunan rumah relokasi tahap pertama ini. Yakni terkait distribusi bahan bangunan. Salah satu pemborong, Putra, menuturkan ia sulit mendapatkan bahan bangunan. Padahal dengan sistem borongan, ketersediaan bahan bangunan sangat penting.
Akibatnya pekerjaan menjadi lebih lama dari waktu yang diperhitungkan. Kondisi ini juga berimbas pada penurunan nilai pendapatan mereka.
Putra menuturkan belum bisa menyelesaikan pengerjaan tiga rumah yang ia borong karena terbatasnya bahan bangunan untuk mereka bekerja. Padahal ia sudah mulai mengerjakan pembangunan rumah sejak dua bulan lalu.
“Harapan kami agar bahan bangunan ada, karena itu yang paling penting. Apalagi kami sistem borongan, harusnya 25 hari bisa kami selesaikan satu rumah.”