
EDISI.CO, BATAM– Masyarakat dari berbagai kampung di Pulau Rempang terus melantangkan suara menolak rencana penggusuran. Kali ini, seruan menolak penggusuran akibat rencana investasi yang akan menghilangkan kampung-kampung di Pulau Rempang, mereka sampaikan di Kampung Sungai Raya pada Kamis (5/5/2025) malam.
Masyarakat bersuara dalam berbagai rupa, mulai dari orasi, sampai ada yang membacakan puisi bersama nyala obor di sepanjang acara berlangsung. Ada juga persembahan tarian dari perwakilan warga Kampung Sungai Raya.
Warga mulai datang dan memadati lokasi acara mulai pukul 19.30 WIB. Ada yang menggunakan sepeda motor, juga rombongan dengan mobil dan kendaraan roda empat lainnya.
Orasi dilakukan oleh beberapa warga sebagai perwakilan kampung. Siti Hawa, jadi satu di antara warga Rempang yang bersuara lantang malam itu. Ia mengingatkan pentingnya persatuan untuk melawan pihak-pihak yang akan menggusur warga.
Lansia yang telah melalui banyak tekanan selama memperjuangkan tetap terjaganya kampung-kampung di Pulau Rempang ini, juga bersyukur semakin banyak warga Rempang yang ambil bagian, bergandengan mempertahankan apa yang diyakini warga sebagai hak. Mempertahankan kampung tempat nenek moyang mereka dilahirkan, tempat Temuni (Ari-ari) mereka dikuburkan.
Senada dengan Siti Hawa, warga Kampung Sungai Raya, Sopi, mengajak warga untuk teguh dalam prinsip, teguh berjuang untuk mempertahankan kampung-kampung di Pulau Rempang.
Berselang dengan orasi, dua warga membacakan puisi berjudul Takbir di Tengah Bara. Bercerita tentang perjuangan, pengorbanan, dan harapan akan baiknya keadaan di masa depan. Berikut isinya:
Takbir di tengah bara
“Malam telah datang.
senyap membungkus bumi.
Langit berselimut gemilang suci.
Takbir menggema dari surau kecil.
Mengalun lirih dengan tekad yang kuat.
Idul Adha datang dengan penuh haru dan makna.
Tentang pengorbanan, tentang iman yang tak ternoda.
Namun di kampung kami dikelilingi bara
Malam suci pun tak luput dari nyala amarah dan duka.
Anak menatap langit dari balik reruntuhan.
Sementara ibu-ibu mendekap doa dari dalam pelukan.
Ayah-ayah bersenjata rindu dan tekad baja.
Berjaga di atas tanah di ujung pulau.
Sapi dan Kambing tak banyak kami punya.
Tapi semangat Ibrahim hidup di dalam dada.
Bukan hanya hewan yang rela kami serahkan.
Tapi jiwa dan raga demi tanah yang kami pertahankan.
Takbir dan peluru bersahutan malam itu.
Namun hati tak lagi beku.
Karena Idul Adha bukan sekedar pesta darah.
Ia adalah janji setia pada tumpah darah.
Dan esok, jika fajar masih sedia terbit.
Kami akan menyembelih duka di altar langit.
Sambil bercerita pada anak cucu kami.
Kami pernah berkorban demi identitas tanah air tercinta”.
Tepuk tangan meriah warga mengiringi salam penutup di akhir pembacaan puisi ini.
Menjelang akhir kegiatan, masyarakat Pulau Rempang yang hadir mendekat ke panggung acara. Mereka bersama-sama mendengarkan refleksi yang dibacakan salah satu warga.
“Hari ini bersamaan dengan peringatan Idul Adha 1446 Hijriyah, 6 Juni 2025, kami masyarakat Rempang bersama merayakan hari raya Idul Qurban. Idul Qurban adalah simbol pengorbanan Nabi Ibrahim yang kita imani. Pengorbanan yang sejalan yang kita alami hari ini.
Momentum hari raya Qurban ini perlu kita renungkan, sebagai ajakan bahwa kita perlu berkorban untuk kampung halaman, tanah kelahiran kita, dan ruang hidup kita. Idul Qurban bermakna pengorbanan yang harus kita curahkan, seperti perjuangan yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita terdahulu.
Perjuangan dan pengorbanan tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, mari kita gelorakan terus pengorbanan dan perjuangan untuk ruang hidup kita. Mari terus kobarkan semangat perjuangan untuk menentang segala bentuk penggusuran. Tolak penggusuran, tolak transmigrasi lokal, tolak Rempang Eco City, hidup perempuan yang melawan, hidup Rempang”
Masyarakat bertahan sampai akhir acara sekitar pukul 21.30 WIB. Setelah itu mereka membubarkan diri, kembali ke kampung masing-masing.
Siaran Pers
Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB)