
Warga Pulau Rempang saat menunggu Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, dalam agenda audiensi di Kantor Pemko Batam pada Senin (29/9/2025). Warga memilih tidak melanjutkan audiensi karena Wali Kota Batam tidak hadir-Edisi/bbi.
EDISI.CO, BATAM– Warga Pulau Rempang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB), memilih tidak melanjutkan audiensi dengan perwakilan Pemerintah Kota (Pemko) Batam pada Senin (29/9/2025).
Pembatalan audiensi yang sejatinya telah dibuka oleh Camat Kecamatan Galang, Danang, dan perwakilan dari Sekertariat Daerah Kota Batam ini, karena Walikota Batam, Amsakar Achmad tidak hadir menemui warga.
Informasi yang disampaikan perwakilan Pemko Batam saat itu, bahwa Amsakar Achmad sedang berada di luar daerah.
Di ruang pertemuan di lantai dasar Kantor Pemko Batam, warga dari berbagai kampung di Pulau Rempang yang hadir, kemudian memutuskan untuk tidak melanjutkan pertemuan. Warga mengaku kecewa dengan ketidakhadiran Amsakar.
Koordinator Umum AMAR-GB, Ishak, mengatakan surat permohonan audiensi telah mereka sampaikan dan diterima oleh Pemko Batam. Ia sertakan juga bukti bahwa surat yang mereka kirim sudah sampai.
Ishak melanjutkan, esensi audiensi dengan Walikota Batam yang sayangnya batal ini, berisi pengaduan dan permohonan perlindungan dari warga Pulau Rempang kepada Wali Kota Batam, Amsakar Achmad terkait keberadaan PT MEG yang masih beraktivitas di kawasan kampung-kampung warga di Pulau Rempang.

“Poin-poin yang ingin kami sampaikan sesuai dengan komitmen pihak pemerintah bahwa tidak ada lagi kekerasa, tidak ada lagi intimidasi. Nayatanya memang secara fisik tidak ada, tetapi yang nonfisik ini sangat membahayakan warga, dengan aktivitas PT MEG yang masih berkeliaran.”
Baca juga: Warga Rempang Terus Jaga Kampung, Suka Ria Berjuang di Momen Agustusan
Sopia, warga yang tinggal di salah satu kampung di Pulau Rempang, mengungkapkan hal yang senada dengan Ishak. Ia mengaku resah dengan aktivitas karyawan PT MEG yang sampai masuk ke kampung dan kebun warga. Apalagi kegiatan yang mereka lakukan tanpa pemberitahuan pada RT dan RW setempat.
“Mereka (Karyawan PT MEG) masuk ke kebun warga dengan motor trail, membuat petani resah dan terganggu. Hari ini kami beranikan diri untuk mengadu ke bapak kami yang sudah kami pilih, namun kenyataannya, seperti ini.”
Lebih lanjut, Sopia menyampaikan bahwa ia dan warga lain di kampungnya di Pulau Rempang telah ada di sana sejak sebelum Indonesia merdeka. Sejatinya pemerintah peduli dengan kenyataan tersebut dan berpihak pada warga yang telah turun temurun di sana.
“Kami tegaskan bahwa kami di Sungai Raya (Kampung Sungai Raya) itu sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Saat ini ditetapkan sebagai hutan taman buru. Jadi kami menolak kalau dikalim sebagai hutan taman buru. Kami mohon kebijakan pemerintah untuk memperhatikan kami yang ada di Rempang, khususnya dalam naungan AMAR-GB.”
SIARAN PERS
ALIANSI MASYARAKAT REMPANG GALANG BERSATU (AMAR-GB)