
Sularno, pengrajin tahu tradisional di Kampung Belian, Batam Centre-Edisi/Irvan F.
EDISI.CO, BATAM– Produsen Tahu dan Tempe di Kota Batam sulit mendapatkan akses pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar untuk produksi mereka. Saat ini mereka menggunakan solar nonsubsidi sebagai bahan bakar mesin pembuatan Tahu dan Tempe.
Hal tersebut berdampak pada kelangsungan biaya produksi para pengrajin tahu tempe yang semakin meningkat seiring melambungnya harga Kedelai di Kepri, khususnya di kota Batam
“Selama ini kami masih menggunakan solar non subsidi, tidak pernah kanu mendapatkan solar subsidi untuk produksi,” ujar Ketua Koperasi Bumi Bertuah Nusantara (KBBN) Kepulauan Riau, Susilo pada Jumat (24/2/2023).
Kondisi tersebut tentu meresahkan para pengrajin Tahu dan Tempe. Terlebih, harga kacang kedelai saat ini sedang tinggi. Sementara, para pengrajin sulit untuk menaikkan harga jualnya.
“Para pengrajin tahu dan tempe di Kota Batam biasanya beli solar langsung ke Pertamina dengan harga Rp18.000 per liternya. Kebutuhan mereka per hari bisa 5 liter hingga 15 liter, tergantung pada jumlah produksinya,” paparnya.
Baca juga: Ayah Pelaku Penganiayaan Dicopot dari Jabatannya di Kemenkeu
Baca juga: Harga Kedelai di Kepri Meroket, Produsen Tahu Tempe Perkecil Ukuran
Akibat kenaikan bahan baku tahu tempe tersebut, lanjut Susilo, para pelaku usaha yang bernaung di bawah KBBN hanya mampu menaikkan harga dari 20 persen hingga 35 persen saja.
Saat ini hargai kedelai di Batam sebelum pandemi covid-19 Rp330.000 per karung, isi 50 kilogram. Namun pasca pandemi harga Kedelai justru meroket, berkisar di angka Rp650.000 per karung, bahkan mencapai Rp720.00 per karung.
Oleh karena itu, Koperasi KBBN yang beranggotakan sebanyak 133 orang pengrajin tahu tempe se-Kepri berharap pemerintah dapat memberikan solar subsidi untuk kebutuhan produksi mereka.
Penulis: Irvan F.