“Gender sering diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal sangat berbeda dengan jenis kelamin. Gender juga sering dikaitkan dengan pemberian tuhan dan kodrat, padahal tidak semata-mata demikian”
Catatan Edisian
Diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia dapat dilihat sejak zaman masa kolonial hingga saat ini. Pada masa kolonial, perempuan dianggap sebagai warga kelas dua, dimana keadilan atau kesetaraan gender belum dapat mereka rasakan. Perempuan dipandang sebagai kelompok yang lemah dan harus dilindungi oleh kelompok laki-laki saat itu.
Dari sini, muncul stigma bahwa laki-laki memiliki peran kontrol utama dalam masyarakat, sedangkan perempuan diletakkan pada posisi subordinat atau inferior. Budaya tersebut telah membatasi ruang partisipasi perempuan dalam bidang politik, sosial maupun ekonomi. Ketidaksetaraan peran antara laki-laki dan perempuan yang muncul di masyarakat itu, menjadi awal mula terbentuknya sistem patriarki yang ada di Indonesia saat ini.
Gender sering diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal berbeda dengan jenis kelamin. Gender juga sering dikaitkan dengan pemberian tuhan dan kodrat, padahal tidak semata-mata demikian.
Secara etismologis, gender berasal dari Bahasa Inggris yang diartikan sebagai jenis kelamin. Muhtar (2002) menyebutkan gender dapat diartikan sebagai jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin.
Istilah gender merujuk kepada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan kontruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat, status, posisi dan perannya dalam masyarakat.
Gender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan seseorang dan dapat menentukan pengalaman hidup yang akan ditempuhnya. Gender dapat menentukan akses seseorang terhadap pendidikan, dunia kerja dan sektor-sektor publik lainnya. Gender juga dapat menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan gerak seseorang.
Jelasnya, gender akan menentukan seksualitas, hubungan dan kemampuan seseorang untuk membuat keputusan dan bertindak secara otonom. Akhirnya, gender yang banyak menentukan seseroang akan menjadi apa nantinya.
Gender berbeda dengan kodrat. Kodrat adalah hal-hal yang melekat pada seseorang sejak lahir, bukan yang dilekatkan orang lain. Jadi, sesuai dengan jenis kelaminnya, hamil, melahirkan dan menyusui adalah kodrat perempuan. Hal tersebut tidak bisa dialihkan ke pihak lain (laki-laki). Di masyarakat, tidak sedikit yang belum sepenuhnya paham arti kodrat, mereka sering kali mengganggap kodrat perempuan hanya di dapur, kasur dan sumur.
Gender sangat berpengaruh dalam kaitannya dengan kedudukan perempuan yang dianggap tidak pantas setara atau bahkan lebih tinggi dari laki-laki. Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, dan semua sektor pembangunan di seluruh negeri.
Ini adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri, meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara berkembang dimana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi.
Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan dan partisipasi politik, dan pengambilan keputusan terjadi di mana-mana. Perempuan baru pada tataran sebagai objek pembangunan, belum menyasar sebagai pelaku pembangunan.
Salah satu faktor yang menyebabkan lingkaran ketidakadilan gender ini berada pada tataran kebijakan yang masih bias gender.
Teori Struktural-Fungsional dianggap memiliki keterkaitan dalam permasalahan ini. Teori ini mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman inilah sumber utama dari adanya struktur dan menentukan keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem.
Sebagai contoh, dalam sebuah organisasi sosial pasti memiliki struktur keanggotaan, dengan tujuan agar tercapainya suatu tujuan dari suatu organisasi bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya, norma dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat.
Terkait dengan peran gender, teori ini merujuk masyarakat pra industri yang terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu dan perempuan sebagai peramu. Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan bertanggung jawab untuk keluarga atas penghasilannya ketika pulang ke rumah.
Sedangkan perempuan perannya lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara dan menyusui anak. Dalam masyarakat ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh sex (jenis kelamin).
Baca juga: Pemuda Pengawas Pemilu Wujudkan Pemilu 2024 Berkelas
Secara etismologis, makna gender ini identik dengan makna sex yang berarti kelamin. Sedangkan secara terminologis gender dan sex memiliki makna sangat berbeda, meskipun masih memiliki keterkaitan yang tak dapat dipisahkan.
Sebenarnya tidak ada satupun teori yang begitu dapat dikaitkan dengan suatu permasalahan gender. Teori yang dikembangankan untuk gender ini diadopsi dari teori-teori yang sudah dikembangkan oleh para ahli dalam bidang yang terkait dengan permasalahan gender, terutama teori-teori sosiologi dan teori psikologi.
Teori yang dimaksud adalah teori stuktural-fungsional, teori sosial-konflik,teori feminimisme liberal, teori feminimisme Marxis-sosialis, teori feminism radikal, teori ekofeminisme, dan teori psikoanalisa.
*** Tulisan ini dibuat oleh Metha Lestari, pembelajar di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sriwijaya, Palembang.