EDISI.CO, BATAM– Sidang perdana Gugatan terhadap kepolisian terkait penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka atau Praperadilan terhadap 30 tahanan yang berada dalam dampingan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang akan dimulai pada Selasa (31/10/2023) mendatang. Ke-30 warga tersebut adalah bagian dari 35 orang yang ditahan terkait kerusuhan yang terjadi di depan gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam pada 11 September 2023 lalu. Sedangkan lima tahanan lainnya berada dalam dampingan pihak lain.
Sesuai dengan tujuan dari Praperadilan juga adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal yang dilakukan lembaga penegakan hukum. Pranata praperadilan sendiri dijabarkan dalam Pasal 77 huruf a KUHAP sampai dengan Pasal 83 KUHAP.
Gugatan terhadap kepolisian terkait penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka atas 30 warga ini sebelumnya didaftarkan pada Kamis (19/10/2023) lalu. Pengajuan Praperadilan ini sesuai dengan aturan hukum yang ada sebagai bagian dari hak tersangka.
Sopandi, Pengacara dari PBH Peradi Batam yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, mengatakan pihaknya sudah menyiapkan berkas gugatan ini. Tidak hanya itu, pihaknya juga telah melakukan diskusi dengan beberapa Ahli Pidana.
“Insyallah kita tinggal menjalankan proses permohonan prapid ini,” tutur Sopandi.
Pada prosesnya, Sopandi berharap langkah yang diambil ini tidak membuat warga Rempang yang masih ditahan mengalami perlakuan tidak seharusnya, seperti intimidasi dan sebagainya. Ia juga meminta Pengadilan Negeri (PN) Batam melakukan proses yang ada secara terbuka dan mengedepankan keadilan.
“Semoga dalam upaya ini (Praperadilan) tidak ada intimidasi terhadap para pemohon yang merupakan klien kami,” tuturnya.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga menyoroti terkait perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia para tersangka sebagaimana telah tertulis dengan tegas dalam Pasal 28I ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan bahwa untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Solusi Bangun Pendidikan di Wilayah Terpencil Menurut Riset
Berdasarkan hal ini, Hukum Acara Pidana merupakan salah satu wujud pengejawantahan mandat UUD 1945 tersebut. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas kepastian hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya Hak Asasi Manusia akan dilindungi.
Mangara Sijabat, Direktur LBH Mawar Saron Batam yang juga tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, sebelumnya mengatakan pihaknya mengajukan Praperadilan sesuai dengan aturan hukum yang ada sebagai bagian hak dari Tersangka dan para pihak dapat hormati dan sebagai pengawasan juga kepada pihak Kepolisian dalam menjalankan tugas penyidikan apakah telah sesuai aturan atau tidak.
Upaya ini ditempuh setelah beberapa upaya hukum dilakukan sebelumnya, salah satunya permohonan penangguhan penahanan. Namun upaya tersebut belum dapat respon sampai saat ini.
“Padahal permohonan itu disertai jaminan dari pihak keluarga dan kalau memang bisa mereka dibebaskan dengan SP3. Hari ini kami mendaftarkan gugatan permohonan praperadilan ke PN Batam,” kata Mangara Sijabat.
Mangara melanjutkan, upaya ini sebagai bagian dari cara menguji secara hukum apakah penetapan tersangka oleh Kepolisian dalam hal ini Polresta Barelang dan Polda Kepri kepada para Tersangka sudah tepat dan benar secara hukum, serta apakah telah memenuhi bukti permulaan yang cukup untuk mereka jadikan Tersangka sebagaimana diatur dalam Perkap No 6 tahun 2019 tehtang Penyidikan Tindak Pidana, Putusan MK No : 21/PUU-XII/2014 dan KUHAP, secara lengkap udah kami muat dalam permohonan praperadilan kami ini, itulah nanti kita uji melalui Praperadilan di PN Batam supaya jelas semua nya.
“Biar pengadilan yang memutuskan terkait upaya hukum yang kami lakukan ini” tambahnya.