
Sidang lanjutan praperadilan terkait kasus Rempang di PN Batam-Edisi/bbi.
EDISI.CO, BATAM– Agenda pemeriksaan alat bukti dan mendengarkan keterangan saksi dalam lanjutan gugatan terhadap kepolisian terkait penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka atau praperadilan terhadap 30 tahanan yang berada dalam dampingan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Kamis (2/11/2023) menunjukkan fakta yang memperlihatkan cacat formil dari penetapan tersangka oleh termohon, dalam hal ini Polresta Barelang.
Hal itu disampaikan oleh pengacara Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang seusai sidang.
Sopandi, pengacara dari PBH Peradi Batam, mengatakan bukti-bukti surat yang termohon hadirkan sangat banyak kekurangan dan kesalahan. Salah satu yang fatal itu tidak sinkron antara tanggal bukti surat yang satu dengan yang lainnya.
“Seperti surat permintaan visum, kami menduga jangan-jangan surat tersebut bukan yang sebenarnya saat penetapan tersangka. Hasil visum keluar ada yang 5 Oktober 2023, padahal kejadian 11 September 2023. Ahli pidana juga diperiksa pada 25 Oktober 2023 dan tidak memiliki surat tugas. Ketika dimintai keterangan, harus membawa surat dari institusinya,” kata Sopandi.
Dari keterangan saksi yang menjadi alat bukti termohon, didapat setelah empat atau lima hari tahanan jadi tersangka. Padahal, dalam penjelasan dari ahli yang hadir di sidang ini, keterangan setelah penetapan tersangka itu tidak sah.
“Jadi kami menilai penetapan tersangka atas 30 orang ini tidak ada dua alat bukti yang cukup.”
Baca juga: Tahanan Kasus Rempang Disangkakan dengan Tiga Pasal yang Tidak Ada dalam KUHP
Tim advokasi menghadirkan saksi dari keluarga tahanan, mereka mengatakan tidak menerima surat pemberitahuan penangkapan, penetapan tersangka, ada juga yang mendapatkan surat tanggal 27 Oktober 2023. Mereka menduga surat itu dibuat setelah pihaknya mengajukan praperadilan.
Untuk itu, pihaknya berharap Polresta Barelang bisa membebaskan tahanan ini sebelum putusan praperadilan ini.
Yayan setiawan, pengacara Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang yang juga dari PBH Peradi Batam, mengatakan apa yang disampaikan saksi ahli sejalan dengan permohonan yang pihaknya sampaikan saat sidang pertama pada Selasa (31/10/2023). Penekanannya pada prosedur pemenuhan dua alat bukti yang cukup, terlepas apakah proses penangkapan itu melalui proses tangkap tangan.
“Gambaran kesimpulan yang akan kami buat dari persidangan yang sudah berjalan, pemeriksaan bukti surat, saksi dan saksi ahli, tidak ada alasan hakim menolak permohonan pemohon.”
Staf Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Ahmad Fauzi, menuturkan dari agenda pembuktian ini, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang melihat proses penetapan tersangka tidak sesuai prosedur yang seharusnya.
“Pemohon ditetapkan dulu sebagai tersangka, baru dicarikan alat buktinya. Ini fatal, apalagi tadi ditambah dengan keterangan saksi-saksi. Surat pemberitahuan diterima keluarga pada akhir Oktober 2023, padahal penangkapan pada 11 September 2023. Itulah wajah Polresta Barelang, dari persidangan ini, harusnya membuka lebar keputusan hakim seperti apa. Penetapan tersangka itu harusnya batal,” kata Fauzi.
Koordinator Prodi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Riau, Erdianto Effendi, saksi ahli yang hadir dalam sidang praperadilan ini mengatakan dalil yang dikemukakan pemohon, meyakini penetapan tersangka dilakukan secara tidak sah. Ia sebagai ahli, hanya menerangkan berdasarkan pendekatan berdasarkan kategoris.
“Jika benar apa yang didalilkan pemohon bahwa penetapan tersangka mendahului pencarian bukti, maka penetapan tersangka sebelum adanya bukti itu tidak boleh. Karena walaupun dalam keadaan tertangkap tangan, penetapan orang sebagai tersangka itu tetap harus dilakukan dengan proses pembuktian. Karena yang dicari dalam hukum acara pidana ini adalah kebenaran materil. Jadi sangat diperlukan pembuktian.”
Erdianto menjelaskan, kalau misalnya tidak terbukti, walaupun ada keyakinan orang itu bersalah, kalau tidak dapat dibuktikan, tidak bisa dinyatakan bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah. Dan itu sesuai dengan pasal No. 183 KUHAP, walaupun hakim yakin orang itu bersalah, harus tetap dibuktikan dengan dua alat bukti minimal.
Dalam kasus ini, sebagaimana didalilkan oleh kuasa hukum pemohon, pemohon ditetapkan dulu sebagai tersangka baru dicari bukti.
“Kalau benar itu terjadi, maka penetapan tersangka dinyatakan tidak sah. Kalaupun ada bukti, itu tidak boleh belakangan, ahli harus diperiksa, surat harus diperiksa, baru orang ditetapkan sebagai tersangka. Tidak boleh penetapan tersangka mendahului bukti-bukti.”