EDISI.CO, BATAM– Banjir ROB melanda kampung-kampun di pesisir Kota Batam dalam beberapa hari belakangan. Ketinggian muka air laut, naik melewati lantai rumah milik warga, pelantar, hingga sampai ke daratan yang dalam kondisi normal tidak tersentuh air laut. Kondisi ini mengulang kejadian serupa di tahun 2023 lalu.
Surep, warga Kampung Pulau Panjang, Kelurahan Setokok, Kecamatan Bulang, kenaikan air di momen pasang tertinggi pada musim Angin Utara melampaui batas normal dalam dua tahun terakhir.
“Tahun lalu (2023) juga seperti ini. Air pasang sampai masuk dalam rumah,” kata Surep saat dihubungi pada Selasa (13/2/2024).
Masyarakat pesisir Batam umumnya mengalami keadaan pasang tinggi setiap tahunnya. Musim Angin Utara menjadi pasang tertinggi dari empat musim angin lainnya dalam setahun. Mereka menamainya dengan “Tohor 15 dan Tohor 30”. Yang tertinggi terjadi di momen tohor 30 pada tanggal 1 sampai tiga kalender Islam atau Hijriyah.
Pasang tertinggi di momen Tohor 30 pada 2024 ini di prediksi terjadi pada Selasa (13/2/2024) hari ini. Bertepatan dengan 3 Sya’ban 1445 Hijriyah.
Surep mengaku tidak mempersiapkan langkah antisipasi atas kenaikan air laut ini. Ia dan warga lain hanya memindahkan barang-barang agar tidak basah ketika air naik sampai ke rumah-rumah mereka.
“Kemarin (12 Februari 2024) air sudah naik lebih dari setengah jengkal dari lantai rumah kami.”
Angin Utara merupakan musim angin terkencang di Kepri. Di beberapa kampung, perpaduan pasang tinggi dan angin kencang memberi ancaman dalam rupa kerusakan rumah warga akibat hantaman gelombang.
Di Kampung Monggak, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, salah satunya. Pelantar rumah warga sudah ada yang rusak akibat gelombang.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Batam, Azman, saat dihubungi mengatakan pihaknya terus memantau Banjir ROB di pesisir Batam melalui perangkat pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan, utamanya di tiga kecamatan pesisir, yakni Kecamatan Galang, Bulang dan Belakangpadang.
Damkar Kota Batam sendiri belum memiiki data pemukiman yang terdampak becana banjir ROB yang mulai terjadi sejak tiga hari terakhir.
“Kami masih menunggu laporan dari kecamatan dan kelurahan,” kata Azman.
Batam belum miliki BPBD
Untuk diketahui, Kota Batam menjadi satu-satunya kota di Kepulauan Riau yang belum memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Kondisi ini menyulitkan penanganan bencana di Kota Batam secara sistematis.
Kepala BPBD Kepri, Muhammad Hasbi, mengatakan penanganan bencana di Kota Batam sejauh ini hanya bersifat penanganan kedaruratan saja. Ketika ada bencana, baru tim turun untuk menyelesaikan kedaruratan yang terjadi.
Baca juga: Beri Kesaksian, Keluarga Terdakwa Kasus Rempang Berurai Air Mata
“Penanggulangan bencana ini sifatnya wajib dan harus menjadi atensi semua pihak. Prosedurnya mulai dari pra bencana; kedaruratan; dan pasca bencana. Masing-masing step itu punya tugasnya sendiri-sendiri.”
Ketiga tahapan ini akan menghasilkan data detail terkait kebencanaan di satu daerah. Untuk itu, perlu adanya BPBD di tiap kabupaten/kota yang mengemban tugas pra bencana, kedaruratan dan pasca bencana.
BPBD Kepri sendiri memiliki sejumlah data terkait kebencanaan dari kabupaten kota. Namun sifatnya masih umum. Perlu dukungan BPBD di tingkat kabupaten/kota untuk menghadirkan detail data kebencanaan di masing-masing daerah.
Dengan menjalankan fungsi di pra bencana, kedaruratan dan pasca bencana, kita akan memiliki kajian resiko bencana (KRB). Sehingg akan dapat dibuat peta kerawanan bencana. Baru bisa dibuat rencana penangulangan bencana.
“Kami punya KRB di provinsi, tapi sifatnya masih global, tidak detail. Kami di provinsi kerepotan karena ketiadaan BPBD di Batam. Semoga segera dapat hadirkan BPBD di Batam.”
Lebih lanjut, data yang berhasil dihimpun BPBD Kepri pada Selasa (13/2/2024) ada beberapa kabupaten/kota di Kepri yang mengalami bencana Banjir ROB pada Senin (12/2/2024). Diantaranya 16 titik di Kota Tanjungpinang; lima titik di Kabupaten Bintan; dua titik di Kabupaten Karimun; dan satu titik di Kabupaten Natuna.
Kabupaten Bintan, lanjut Hasbi, telah bergerak melakukan langkah kongkrit dalam mengatasi bencana Banjir ROB di wilayah mereka. Salah satunya pembangunan turap atau dinding penahan ombak di pesisir Pengujan. Pembangunan turap ini tidak lahir spontan, sebaliknya melalui kajian dan perhitungan di tahap pra bencana, kedaruratan dan pasca bencana.
“Di beberapa kabupaten/kota lain juga berproses. Mereka sudah menyusun perencanaan dengan variasi yang tidak sama di masing-masing daerah. Karena ada juga daerah yang baru terbentuk BPBD. Tapi intinya mereka sudah memulai,” kata Hasbi lagi.
Banjir ROB Kepri
Peneliti ahli utama bidang oseanografi terapan dan manajemen pesisir, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Widodo Setiyo Pranowo, mengatakan ROB adalah anomali kenaikan muka laut, termasuk gelombang periode pendek atau gelombang frekuensi tinggi, yang tidak terjadi setiap hari.
Gelombang ROB di perairan Kepri, diduga merupakan amplifikasi/perluasan dari dua gaya pembangkit, yakni aliran massa air akibat penjalaran massa air akibat gaya gravitasi pasang surut dari Samudera Hindia dan dari Laut China Selatan.
Kemudian, volume massa air tersebut ditambah volume air hujan pada musim penghujan yang umumnya terjadi pada Desember, Januari, Februari.
“Perairan Kepri merupakan area pertemuan aliran massa air yang dibangkitkan oleh gaya pasang surut akibat gravitasi bulan yang aktif pada siang hari (diurnal). Ada 3 arah datang aliran tersebut, yakni: dari arah Samudera Hindia timur-laut yang melewati ke Selat Malaka; dari arah Samudera Hindia tenggara yang menjalar melewati Laut Jawa dan Selat Karimata; dan dari arah Samudera Pasifik yang menjalar melewati Laut China Selatan. Ketiga penjalaran tersebut bertemu di wilayah perairan Kepri,” kata dia lagi.
Musim penghujan yang jatuh ke daratan Benua Asia, diduga akan menggelontorkan massa airnya dari Teluk Benggala ke Samudera Hindia Timur Laut, lalu mengalir ke Selat Malaka menuju ke Perairan Kepri.
Ditambah lagi, massa air dari Sungai Mekong yang masuk ke Laut China Selatan, kemudian mengalir ke arah baratdaya menuju ke perairan Kepri.