EDISI.CO, CATATAN EDISIAN– Cepatnya perkembangan teknologi dan pasar kerja yang tidak dapat diprediksi menuntut para profesional untuk tetap kompetitif dalam menghadapi tantangan industri. Tantangan yang terus-menerus ini menuntut pembelajaran yang berkelanjutan, sesuai dengan konsep lifelong learning atau pembelajaran sepanjang hayat.
Pembelajaran sepanjang hayat merupakan upaya mendapatkan pengetahuan yang holistik yang muncul dari motivasi internal diri untuk tumbuh sebagai pribadi dan profesional.
Laporan Forbes dan statistik Dell menyatakan bahwa 85% tenaga kerja pada tahun 2030 akan memiliki pekerjaan yang saat ini belum ada. Karena itu, pembelajaran sepanjang hayat penting untuk menumbuhkan kemampuan beradaptasi, rasa ingin tahu, dan pemahaman yang lebih dalam tentang aspek-aspek yang relevan di dunia kerja.
Manfaat pembelajaran sepanjang hayat
1. Mempertahankan relevansi
Pembelajaran sepanjang hayat menekankan kebutuhan belajar dengan menyesuaikan perkembangan zaman, teknologi dan karier. Pembelajaran seperti ini tidak hanya mempersiapkan individu untuk perubahan yang tidak dapat diprediksi di pasar kerja, tetapi juga vital untuk menumbuhkan kemampuan beradaptasi, mendorong pengembangan pribadi, dan mempertahankan relevansi dalam ekonomi yang semakin digital dan global.
Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih luas terhadap pembelajaran sepanjang hayat, baik individu maupun organisasi dapat tetap lincah, adaptif, dan berkembang dalam menghadapi dinamika pasar dan perpanjangan durasi karier.
Perusahaan software multinasional (SAP) melalui SAP Learning Hub, contohnya, menyediakan kursus online gratis dari berbagai pakar di bidangnya yang memungkinkan profesional untuk memutakhirkan pengetahuannya dengan perkembangan digital terkini.
2. Kesehatan kognitif
Pembelajaran sepanjang hayat juga bisa berdampak pada kesehatan kognitif orang dewasa. Pendekatan ini berakar pada pengaruh sosial sejak dini, termasuk dinamika keluarga dan sistem pendidikan.
Pendidikan formal seharusnya berperan penting dalam menumbuhkan motivasi untuk terus belajar. Sayangnya, lembaga pendidikan formal cenderung menghadapi hambatan dalam mengintegrasikan pembelajaran sepanjang hayat. Itu sebabnya, kurikulum merdeka diharapkan dapat menjadi katalis karena memberikan ekosistem yang lebih baik dari sisi pendekatan pembelajaran berbasis proyek.
3. Kecakapan digital
Di era digital, pembelajaran sepanjang hayat penting untuk mencapai tingkat kepercayaan digital yang tinggi. Organisasi yang beroperasi di dunia digital harus memberikan pelatihan yang memadai kepada staf mereka dan secara rutin mengevaluasi serta meningkatkan efektivitasnya.
Pelatihan ini mengajarkan keterampilan digital yang mencakup kemampuan menggunakan perangkat digital, aplikasi komunikasi, dan jaringan untuk mengakses dan mengelola informasi. Kemampuan ini penting untuk pemenuhan diri, berkolaborasi dan kegiatan sosial, serta memungkinkan penggunaan teknologi secara transformatif.
Salah satu contoh dari model pelatihan ini adalah rangkaian sertifikat karier Google. yang bertujuan untuk mempersiapkan orang-orang berkarier di bidang data analytics, manajemen proyek, dan desain antarmuka aplikasi tanpa prasyarat gelar sarjana sebelumnya. Program ini bisa diakses gratis dan dirancang untuk membantu peserta didik mendapatkan keterampilan praktis yang langsung dapat diterapkan di tempat kerja.
Pembelajaran sepanjang hayat di tempat kerja
Implementasi strategi pembelajaran sepanjang hayat di tempat kerja terdiri dari beberapa komponen.
Pertama, mendorong rasa rasa ingin tahu dan kemampuan beradaptasi. Ini dapat dicapai dengan menggunakan program pelatihan yang beragam dan kesempatan bagi karyawan untuk mengeksplorasi area atau minat baru.
Organisasi harus memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai alat untuk efisiensi operasional dan peluang untuk belajar dan pengembangan bagi karyawan mereka. Mengembangkan budaya yang mengutamakan pembelajaran dan pertumbuhan berkelanjutan sangat penting untuk pemberdayaan karyawan dan keberlanjutan organisasi. Budaya ini harus menekankan pada berbagi pengetahuan, umpan balik yang berkelanjutan, dan pengakuan terhadap pencapaian pembelajaran.
Baca juga: Niat Amsakar Maju Pilkwako Batam lewat Partai Nasdem
Kedua, penilaian kinerja reguler terhadap keterampilan dan kompetensi, yang dipadukan dengan indikator capaian bisa membantu individu untuk menyelaraskan diri dengan aspirasi mereka dan kebutuhan organisasi. Menggabungkan pembelajaran sepanjang hayat ke dalam rencana pengembangan karier akan membantu karyawan melihat pembelajaran sebagai aspek yang penting di jenjang karier profesional mereka.
Ketiga, kombinasi pengalaman belajar formal dan informal. Pendidikan formal memberikan pengetahuan terstruktur, sementara pembelajaran informal, seperti bimbingan, lokakarya, dan proyek mandiri, menawarkan wawasan praktis dan pengalaman langsung. Memberikan karyawan akses ke berbagai sumber belajar, seperti kursus online melalui lingkungan belajar virtual, seminar, konferensi, dan lokakarya, sangat penting.
Kolaborasi pembelajaran sepanjang hayat
Untuk mempopulerkan pembelajaran sepanjang hayat, pemerintah dapat berperan aktif dengan berinvestasi dalam platform pendidikan yang mudah diakses, mensubsidi program pengembangan keterampilan, memberikan keringanan pajak, dan memupuk kemitraan dengan industri untuk peluang pembelajaran berkelanjutan. Investasi seperti ini adalah kunci untuk memfasilitasi pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan ekonomi digital.
Selain itu, universitas dan lembaga pendidikan perlu terlibat.
Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika Serikat (AS), misalnya, menawarkan program MicroMasters, yang merupakan serangkaian kursus pascasarjana yang tersedia online. Beberapa bahkan ada yang tersedia secara gratis, dan dirancang untuk memajukan karier profesional. Program ini mencakup bidang-bidang seperti Statistika dan Ilmu Data, Prinsip-prinsip Ekonomi Manajemen, dan Kebijakan dan Teknologi Energi Berkelanjutan.
Korporasi di pendidikan sebenarnya juga bisa menangkap peluang ini dan bekerja sama dengan industri dan universitas. Coursera, penyedia kursus online terbuka yang berbasis di AS, contohnya, menawarkan “Coursera for Campus” yang memungkinkan universitas dan perguruan tinggi menyediakan akses ke berbagai kursus online untuk melengkapi kurikulum mereka. Ini membantu mahasiswa dan staf akademis mendapatkan keterampilan terbaru yang relevan dengan perkembangan industri saat ini.
Singapura, sudah mengimplementasikan model pembelajaran seperti ini melalui “SkillsFuture”, sebuah program yang didesain untuk memberikan keterampilan baru terpersonalisasi bagi profesional, melayani kebutuhan dan aspirasi individu untuk tetap selaras dengan kemajuan teknologi. Warga negara Singapura mendapatkan subsidi untuk mengikuti kursus-kursus di SkillsFuture ini.
Pemerintah Inggris juga memiliki program “Skills for Life” untuk meningkatkan keterampilan mereka yang berusia di atas 19 tahun. Program ini memberikan pendidikan dan pelatihan gratis tentang literasi informasi, matematika, teknik, dan keterampilan digital. Program ini disubsidi oleh pemerintah Inggris. Di samping itu, pemerintah Inggris juga memberikan pendanaan bagi perusahaan yang melakukan pelatihan berkelanjutan bagi karyawannya.
Pemerintah Kanada melalui “Canada Training Benefit” memungkinkan warga negaranya mendapatkan kredit pajak jika mereka mengikuti program-program perkuliahan atau kursus-kursus di lembaga pendidikan yang disyaratkan oleh pemerintah.
Lembaga tersebut mencakup perguruan tinggi, atau institusi pendidikan lain di Kanada yang menawarkan kursus yang relevan setelah jenjang sekolah menengah atas. Institusi lainnya yang memenuhi syarat adalah kursus vokasi yang telah disertifikasi oleh pemerintah Kanada.
Singkatnya, pembelajaran sepanjang hayat dapat memberi manfaat pada produktivitas individu, keberlanjutan organisasi dan industri. Namun untuk mewujudkannya, pembelajaran sepanjang hayat membutuhkan kolaborasi di antara individu, organisasi, industri, dan pemerintah.
Penulis: Arif Perdana, Associate Professor Digital Strategy and Data Science, Monash University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.