EDISI.CO, CATATAN EDISIAN– Pemerintah Indonesia berusaha menggandeng masyarakat untuk berperan langsung meredam dan beradaptasi dengan perubahan iklim melalui Program Kampung Iklim (Proklim). Per akhir 2022, Proklim dilaksanakan di sebanyak 4.715 lokasi yang tersebar di 34 Provinsi.
Proklim berfokus pada penggunaan potensi masyarakat setempat untuk mengatasi persoalan-persoalan bencana, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, dan pengembangan perekonomian lokal. Meski menyasar masalah lintas sektor, Proklim tetap dilaksanakan dengan pengawasan otoritas lingkungan hidup tingkat kabupaten kota.
Kegiatan dalam Proklim bisa mencakup beberapa aspek pembangunan berkelanjutan dan selaras dengan pengembangan desa. Sebagai contoh, upaya penghijauan hutan rakyat dengan tanaman aren dapat memperbaiki lingkungan serta merawat mata air. Pada saat yang sama, program ini juga membuka peluang ekonomi melalui produksi gula aren berbasis masyarakat.
Kami melakukan studi (dalam proses telaah) melalui diskusi grup terfokus, observasi lapangan, dan wawancara dengan responden kunci untuk mengamati dampak Proklim terhadap budaya masyarakat di empat lokasi di Ciamis, Jawa Barat selama tiga bulan. Lokasi riset dilakukan di empat dusun, yakni dusun Cinyenang, Desa Sidamulya; dan dusun Cikembang, Selacai, dan Cikananga di Desa Selamanik.
Studi kami menemukan Proklim berhasil mengubah budaya masyarakat dalam kaitannya dengan lingkungan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Beragam dampak Proklim
Sejak perencanaan, Proklim melibatkan masyarakat setempat untuk memetakan potensi-potensi kampung untuk meredam dan beradaptasi dengan perubahan iklim. Pemetaan dilakukan oleh Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup yang mengajak dusun dan desa untuk terlibat dalam Proklim.
Langkah partisipatif tersebut secara langsung menggerakkan masyarakat. Dalam pengamatan kami di semua dusun, Proklim meningkatkan kemahiran warga dalam berorganisasi sehingga mendukung pengawasan dan proses pembangunan di desa. Harapannya, pembangunan desa dapat berjalan lebih cepat dan prosesnya menjadi lebih transparan.
Menariknya, kami menemukan kaum perempuan banyak berperan menjadi motor dalam berbagai kegiatan Proklim. Sebagai contoh di Dusun Cinyenang, Desa Sidamulya, Kecamatan Cisaga, Ciamis, Ibu Kepala Dusun Noneng menjadi orang yang membawahi berbagai kegiatan Proklim di dusun tersebut.
Di dusun Selacai dan Cikembang, kelompok perempuan menjalankan kegiatan bank sampah. Sementara, perempuan dusun Cinyenang, Cikananga dan Cikembang membentuk kelompok wanita tani (KWT) untuk menanam sayur mayur di lahan pekarangan dan kebun bersama.
Proklim juga telah membangun budaya peduli lingkungan. Kami mengamati empat dusun telah memiliki bank sampah sejak 2021 untuk mencegah sampah anorganik seperti plastik dibuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir. Bank sampah ini mengumpulkan sampah plastik warga untuk dijual kembali ke pengepul, seperti sampah botol minuman mineral.
Meskipun fasilitas yang ada hanya berupa pondok pengumpulan sampah, bank sampah efektif untuk mengelola sampah di tingkat dusun. Di dusun Cinyenang, sampah bekas wadah minuman kemasan diolah menjadi kerajinan tikar.
Lewat bank sampah ini, masyarakat juga menjadi lebih terbiasa dalam memberlakukan sampah sebagai barang yang bernilai ekonomi. Uang yang terkumpul dapat dipakai untuk kegiatan bersama maupun kepentingan penyetor sampah.
Di desa Selamanik, bank sampah bahkan mulai mengepul sisa plastik tak terpakai untuk menjadi bahan baku batu bata ramah lingkungan. Setiap RT di desa ini membangun bank sampah. Sebanyak 42 di antaranya RT memiliki bank sampah masing-masing.
Selain mengolah sampah plastik, Proklim juga menghidupkan budaya pengelolaan limbah peternakan maupun pertanian melalui pembuatan pupuk kandang dan kompos. Sebelumnya, kotoran hewan dan sampah organik hanya dibuang begitu saja.
Baca juga: Target Penurunan Kemiskinan Jokowi tak Terpenuhi. Apa yang Harus Dilakukan Pemerintahan Berikutnya?
Warga di Proklim yang kami amati juga mengolah sampah organik menjadi kompos dan pupuk kandang dari sisa peternakan untuk memberi pemasukan tambahan bagi warga. Hal ini sudah dilakukan di dusun Selacai. Pembeli berasal dari dalam dan luar kampung, bahkan instansi pemerintah pernah membeli kompos dari Selacai.
Kegiatan pembuatan pupuk sebenarnya sudah dilakukan sejak 2019 sebelum Proklim digulirkan. Namun, hadirnya Proklim berhasil meningkatkan promosi pengolahan sampah menjadi pupuk untuk direplikasi di dusun lain yang memiliki potensi serupa.
Merangsang pertanian dan pariwisata
Proklim juga berhasil menghidupkan kembali budaya pertanian yang telah banyak ditinggalkan. Lahan tidur, termasuk lahan pekarangan, juga digalakkan dengan penanaman sayur mayur dan tanaman obat keluarga (TOGA) seperti kunyit, jahe, dan kapulaga.
Sayur mayur yang produksinya berlebih juga akan menjadi pemasukan tambahan bagi kelompok karena ada pembeli, terutama penjual sayur keliling antar kampung yang siap menampung hasil pertanian tersebut. Sementara, keberadaan TOGA dapat dimanfaatkan masyarakat untuk menjaga kesehatan.
Yang terakhir adalah pengenalan budaya bisnis baru. Kami mengamati Proklim juga dapat merangsang bisnis jasa wisata. Bisnis ini merupakan hal baru karena biasanya usaha perdesaan kerap terkait dengan sektor pertanian, wanatani, dan produk olahannya. Desa Selamanik adalah salah satu desa yang mengembangkan usaha pariwisata. Desa Selamanik pun ini telah masuk dalam daftar desa wisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Tantangan dan solusi
Dari pengamatan di keempat dusun Proklim, aspek keberlanjutan program dalam Proklim di masing-masing desa akan diuji saat sokongan dan fasilitasi program dari pemerintah kabupaten berhenti atau dikurangi.
Oleh karena itu, Proklim semestinya juga mengandalkan dana desa, mengingat kegiatan ini juga menyokong pembangunan kampung. Keberlanjutan program ini menuntut komitmen pemerintah desa.
Berdasarkan analisis jejaring sosial, hadirnya pemimpin/tokoh lokal (tidak harus pejabat di desa) menjadi penentu kesuksesan program Proklim. Sebagai motor Proklim, pemimpin ataupun tokoh menjadi pemicu kesadaran banyak orang akan pentingnya aksi dalam Proklim.
Oleh karena itu, keberadaan tokoh semacam ini adalah mutlak ada dan wajib diidentifikasi di awal program. Mereka dapat menjadi penjamin bahwa program-program yang akan digulirkan berjalan seperti yang diinginkan. Sehingga dana program yang diberikan akan menjadi efektif.
Ketiga, riset kami menyimpulkan bahwa kearifan lokal, tipologi pekerjaan warga desa, dan ikatan sosial yang kuat memudahkan aksi komunal Proklim. Namun, ketiga modal ini jarang ada/tidak ditemukan di perkotaan. Pengarusutamaan Proklim perkotaan selayaknya dilakukan, terlebih degradasi lingkungan perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan perdesaan
Penulis: Marcellinus Mandira Budi Utomo, Peneliti Madya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Levina Augusta Geraldine Pieter, Peneliti Madya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Rubangi Al Hasan, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.