EDISI.CO, BATAM– Warga Pulau Rempang berziarah ke Lubuk Lanjut, tempat yang diyakini sebagai titik awal pemukiman Masyarakat di Pulau Rempang. Mereka datang berkunjung ke kampung lama yang terletak di sebelah Kampung Pasir Panjang, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang di Pulau Rempang ini, pada Jumat (6/9/2024) sore.
Kunjungan ini menandai gerak awal warga memperingati momen bentrok antara mereka yang berupaya mempertahankan kampung, dengan aparat yang masuk untuk melakukan pengukuran tata batas lahan di Pulau Rempang pada 7 September 2023 lalu.
Di sana, warga menziarahi makam leluhur mereka. Mendatangi satu persatu makam, menyiraminya dengan air dari ceret besar yang mereka bawa. Warga juga berdoa, berharap ruh leluhur yang telah mendahului mereka, turut serta berjuang menjaga kampung dari ancaman penggusuran.
Momen ini dirasa penting, sebagai Langkah untuk Kembali dekat dengan asal mereka berasal. Berjuang menjaga kampung dengan semangat perjuangan seperti sebelumnya dilakukan leluhur mereka Ketika menjaga Pulau Rempang.
“Kepada malaikat, kepade Allah, kita minta, mudah-mudahan batallah proyek Rempang Eco City ini. Mudah-mudahan kampung kami tetaplah utuh seperti sedia kala. Bersama arwah datok nenek moyang kami, kabulkanlah hajat kami ini semuanya,” kata Muhammad Sani (64) satu dari warga yang hadir dalam agenda Ziarah warga Rempang ini.
Bagi warga, tanah di Pulau Rempang ini bagai ibu, pemberi kasih sayang pada mereka. Tanah adat yang diwariskan dan menjadi identitas mereka sebagai orang Melayu.
Beberapa warga nampak larut dalam kesedihan. Salah satunya Muhammad Saleh. Ia menangis tak lama setelah tiba di Lubuk Lanjut. Sambil memandang batu nisan yang tertindih oleh akar Pohon Ara di lokasi pemakaman, ia sampaikan bahwa makam-makam yang tersebar di Kawasan ini adalah jejak keberadaan nenek moyangnya dulu.
Ia tak habis pikir pemerintah tidak menganggap mereka ada, padahal bukti keberadaan masyarakat di Pulau Rempang begitu nyata. Bahwa peradaban masyarakat Melayu di Pulau Rempang sudah lebih dulu ada, jauh sebelum Indonesia.
Baca juga: Warga Rempang Diteror Lagi, Baliho Tolak Relokasi Dirusak
Untuk diketahui, pada 7 September 2023 lalu, masyarakakat Pulau Rempang terlibat bentrok dengan 1.010 apparat gabungan yang memaksa masuk. Warga yang takut kehilangan kampung, menolak dengan melakukan perlawanan.
Aparat yang hadir kemudian merespon dengan menghujani warga dengan gas air mata dan peluru karet. Petugas juga menangkap tujuh warga yang dianggap melawan, menjadikan mereka tersangka, sebelum akhirnya mereka dibebaskan.
Meskipun demikian, warga terus memberikan perlawanan, sampai malam. Menahan laju gerak petugas dengan pealatan seadanya, sepanjang sekitar 29 Kilometer jauhnya. Melawan gas air mata yang terus menyerang mereka.
Lebih lanjut, Sani mengapresiasi gerak serta masyarakat Indonesia dari berbagai penjuru, membersamai perjuangan warga Pulau Rempang. Dukungan itu membuat warga tetap bertahan meski mereka terus berada dalam tekanan dan intimidasi.
“Kami masyarakat Pulau Rempang ini sangat berbesar hati pada bantuan dari saudara mara dari sudut seluruh Indonesia ini, membela tanah Rempang ini. Karena mereka semua tahu Rempang ini bukan dua tiga hari.”