
Warga Melayu Pulau Rempang dan Galang dalam kegiatan peringatan peristiwa 11 September 2023 lalu-Edisi/Bbi
EDISI.CO, BATAM– Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang mendesak pemerintah membatalkan rencana penggusuran rumah dan tanah dua warga Tanjung Banon yang diagendakan pada Kamis (17/4/2025) hari ini. Desakan itu juga ditujukan pada Presiden sebagai kepala negara untuk memerintahkan kepada seluruh personel yang terlibat dalam upaya penggusuran tersebut untuk menghentikan operasi.
Selanjutnya, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang juga menuntut ketegasan Presiden dengan membatalkan rencana proyek Rempang Eco-city (baik PSN maupun sebagai proyek pengembangan kawasan), dan memastikan pengakuan dan perlindungan hak atas tanah dan sumber daya alam Masyarakat Adat Melayu dan tempatan Rempang dan pulau sekitarnya.
Dalam keterangan yang diterima pada Rabu (16/4/2025) malam, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang juga mendesak Panglima TNI dan Kapolri menarik keterlibatan satuan di bawahnya yang terlibat dalam Tim Terpadu.
Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru, Andri Alatas, dalam keterangan tersebut menuturkan Pemerintah Kota Batam kembali akan menggusur masyarakat di Pulau Rempang. Hal ini diterangkan secara jelas dalam Surat Tim Terpadu Nomor: 112/TIM-TPD/IV/2025. Surat ini menjelaskan rencana Pemerintah Kota Batam menggusur masyarakat yang berada di Kampung Tanjung Banon, Kelurahan Sembulang. Penggusuran yang terkait erat dengan proyek Rempang Eco-city ini.
Andri Alatas menyebut rencana penggusuran ini akan melibatkan satuan TNI dari Koramil 04 Batam, Den Pom TNI Angkatan Udara Batam, Den Pom Lamtamal IV Batam, Den Pom I/6 Batam, Yon 10 Marinir/ SBY Batam, Lanud Hang Nadim Batam, Yonif Raider Khusus 136/TS, Kodim 0316 Batam, hingga Pangkalan Utama TNI AL IV. Sedangkan aparat Polri yang ambil bagian dalam rencana penggusuran ini berasal dari Kepolisian Resor Kota Barelang (Polresta Barelang), Kepolisian Sektor Galang (Polsek Galang), dan Korps Brigade Mobile (BRIMOB) Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Polda Kepri) juga akan terlibat.

Bentrokan antara petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam BP Batam, dan Satpol PP dengan warga di Jembatan 4 Pulau Rempang, Kota Batam, Kamis (7/9/2023)- Edisi/ ist (tangkapan layar).
Baca juga: Halal Bihalal Masyarakat Rempang, Rapatkan Barisan Tolak Penggusuran
“Hal ini jelas bertentangan dengan rekomendasi Komnas HAM yang meminta penyelesaian konflik dalam proyek Rempang Eco-city tidak boleh lagi menggunakan pendekatan keamanan. Pengalaman pada September 2023, pengerahan aparat dalam jumlah besar telah mengakibatkan indikasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM), menimbulkan ketakutan, dan berpotensi membangkitkan kembali trauma kekerasan masyarakat yang belum pulih,” sebut Andri Alatas dalam ketarangan itu.
Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang juga menyoroti pengerahan aparat sebanyak 312 orang berpotensi memperkeruh situasi Rempang. Membuat masyarakat semakin tidak percaya dengan negara dan pemerintah. Di tengah kegagalan melakukan penegakan hukum terhadap rentetan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang yang diindikasikan terafiliasi dengan PT Makmur Elok Graha, Polri malah terlibat dalam tindakan kekerasan baru.
Selanjutnya, pengerahan personel sedemikian besar juga dikhawatirkan disalahgunakan untuk melanjutkan rencana penggusuran yang kini diubah diksinya menjadi transmigrasi lokal. Hal ini karena Surat Pemerintah Kota Batam tidak memuat secara spesifik lokasi mana di Tanjung Banon yang akan digusur.
Direktur Eksekutif WALHI Riau, Even Sembiring, dalam keterangan tersebut, secara tegas juga meminta rencana penggusuran atas nama proyek Rempang Eco-City dihentikan. Hal ini hanya akan menambah preseden represif negara di Rempang. Apabila klaim BP Batam sudah ada persetujuan masyarakat dalam jumlah besar, maka tidak logis ada pengerahan personel sedemikian besar.
Penertiban
Sementara itu, Anggota/Deputi Bidang Pelayanan Umum BP Batam, Ariastuty Sirait, menuturkan rencana kegiatan penertiban tersebut menyasar lahan dalam penguasaan warga Tanjung Banon seluas 8.737 M2 dan rumah diatas lahan yg dikuasai warga Tanjung Banon lainnya seluas 503 M2.
Penguasaan lahan oleh warga Tanjung Banon ini, kata dia, berada dalam Hak Pengelolaan Lahan (HPL) BP Batam yang dipersiapkan untuk pembangunan perumahan warga terdampak PSN Rempang Eco City.
Dua lokasi tersebut tengah dalam proses pengerjaan pematangan dan clearing oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Lebih lanjut, Ariastuti menyampaikan pihaknya sudah berulang kali melakukan negoisasi dan penyampaian nilai sagu hati sesuai Perpres No 78 thn 2023 terhadap dua warga yang masih menolak tersebut. Sehingga untuk mewujudkan keadilan terhadap 71 warga lain yang sudah mau pindah dan menerima sagu hati dari BP Batam, maka perlu dilaksanakan penertiban.
Baca juga: Masyarakat Rempang Sambut Menteri Iftitah dengan Spanduk Tolak Transmigrasi Lokal
Pada prosesnya, Ariastuti mengatakan rencana penertiban yang akan dilaksanakan pada Kamis (17/4/2025) hari ini, ditunda. Ia tidak merinci pertimbangan penundaan penertiban tersebut dilakukan.
“Ditunda,” kata Ariastuti melalui pesan singkat Aplikasi Wahatsapp.
Tetap Bertahan dan Tuntut Janji Mentras tidak Menggusur
Rosmawati, satu dari dua warga Tanjung Banon bertahan dari rencana penertiban oleh im Terpadu Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City, mengaku masih tinggal di rumah. Ia tidak berencana pindah meskipun nanti rumahnya akan dieksekusi atau dibongkar.
Rosmawati mengaku berpegang pada janji Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, yang tidak akan menggusur warga yang tidak mau pindah. Hal itu disampaikan Iftitah saat datang ke Pulau Rempang, tepatnya di Kampung Sembulang Pasir Merah, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang di Pulau Rempang pada 29 Maret 2024.
“Ibu pegang ucapan pak menteri (Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara) sama Wakil Kepala BP Batam (Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra) bahwa tidak ada lagi penggusuran. Bagi yang mau dipindahkan, tidak ada paksaan.”

Rosmawati di kediamannya di Tanjung Banon-Edisi/ist.
Rosmawati sendiri mengetahui rencana penertiban rumahnya dari pihak RW dan kelurahan yang datang ke rumahnya pada Rabu (16/4/2025) sekitar pukul 15.00 WIB. Bahwa tim terpadu akan melakukan pembongkaran atas rumah yang ditinggalinya saat ini.
“Dikasi tahu semalam (Rabu, 16 April 2025) sekitar jam 3-an (15.00 WIB). Penyampaiannya, apakah ibu dah dengar berita, besok tim terpadu datang, besok dah terakhir pembongkaran paksa. Sama orang kelurahan juga datang ke sini, tak lama setelah RW.”
“Respon saya ya biasa aja. Kalau memang terjadi ya dihadapi. Saya tetap di rumah ketika ada eksekusi, habis mau kemana? Tidak perlu melawan, hadapi aja. Saya tidak mau ribut. Kita lihat aja apa yang merek mau,” tambah Rosmawati.