
Warga Pulau Rempang membentangkan spanduk penolakan Transmigrasi Lokal saat Menteri Transmigrasi, Iftitah Sulaiman datang ke Rempang-Edisi/bbi.
EDISI.CO, BATAM– Masyarakat Pulau Rempang menyambut kedatangan Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, dengan gugusan spanduk, bertuliskan pesan penolakan warga atas rencana transmigrasi lokal di Pulau Rempang.
Aksi pembentangan spanduk itu mereka lakukan sesaat setelah Iftitah dan rombongan tiba di Kampung Sembulang Pasir Merah, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang di Pulau Rempang pada Sabtu (29/3/2025).
Warga dari berbagai kampung di Pulau Rempang, berdiri membentuk barisan di sepanjang jalan kampung. Dari posko jaga masyarakat di bagian muka kampung, mengular sampai ke bagian tengah Kampung Sembulang Pasir Merah.
Tidak hanya membentangkan spanduk dan pesan tidak ingin digusur dari kampung mereka, warga Pulau Rempang ini juga berorasi dan menyampaikan langsung pesan perjuangan pada Iftitah yang didampingi Wali Kota/Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Amsakar Achmad dan wakilnya Li Claudia Chandra.
Warga yang ia salami, menyampaikan pesan agar Iftitah tidak menggugusur, sebaliknya menjaga kelestarian kampung yang telah mereka huni turun temuraun sejak ratusan tahun lalu.
“Kami minta keadilan. Tolak Transmigrasi Lokal,” teriak warga membersamai kedatangan Iftitah yang menjabat tangan warga.

Transmigrasi Lokal sendiri, adalah rencana terbaru pemerintah melalui Kementerian Transmigrasi, sebagai upaya mengatasi persoalan PSN Rempang Eco City. Rencana itu pertama kali disampaikan oleh Iftitah dalam rapat bersama Komisi V DPR RI pada 13 Februari 2025.
Sukri, warga Kampung Sembulang Hulu, dalam dialog dengan Iftitah sore itu, bertutur bahwa mereka telah tertipu oleh menteri sebelumnya yang juga datang berkunjung. Sehingga warga tidak ingin kembali kecolongan. Untuk itu warga hadirkan pesan visual yang jelas bahwa mereka menolak Transmigrasi Lokal.
Ia dan warga lain yang hadir juga meyakini kalau Transmigrasi Lokal ini adalah cara pemerintah untuk memisahkan masyarakat Pulau Rempang dari ruang hidup mereka.
“Kami selalu tidak dianggap. Warga kami dijadikan tersangka. Dimana keadilan negeri ini?.”
Senada dengan Sukri, Miswadi, warga Rempang lain yang hadir, mendesak pemerintah untuk mengeluarkan legalitas kampung yang telah mereka huni dari generasi ke generasi.
Miswadi mengaku bingung dianggap ilegal. Padahal di setiap momen pemilu suara mereka selalu direbutkan kontestan yang berpartisipasi.
Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB), Ishak, dalam kesempatan tersebut mengatakan masyarakat Rempang tidak menolak pembangunan. Asal pembangunan yang dijalankan tidak merusak ruang hidup masyarakat Rempang.
Lebih lanjut, Ishak meminta kampung-kampung yang ada di Pulau Rempang agar diberi legalitas, seperti kampung-kampung tua yang ada di Kota Batam.
Untuk diketahui, di wilayah Kota Batam ada 37 titik kampung tua. Pemerintah memayungi kampung-kampung tua ini dengan Kepurusan Wali Kota Batam nomor: KPTS. 105/HK/III/2004 tentang penetapan wilayah perkampungan tua di Kota Batam.

“Kalau kita buka sejarah, kita akan mendapatkan titik-titik kampung tua melampaui indonesia. Sebelum Indonesia merdeka, kampung tua sudah ada.”
Kepada warga, Iftitah menjelaskan niatnya menemui warga yang menolak penggusuran akibat PSN Rempang Eco City ini, untuk lebih banyak mendengar aspirasi warga. Ia tidak berniat menjelaskan tentang rencana Transmigrasi Lokal, karena belum ada penetapan lokasi untuk itu.
Meskipun demikian, Iftitah sempat menjelaskan konsep Transmigrasi Lokal yang ia canangkan. Yang itu berbeda dari konsep Transmigrasi yang memobilisasi warga dari tempat padat ke tempat yang jarang penduduknya.