EDISI.CO, BATAM- Air Saga adalah pulau di pesisir Batam yang secara administratif masuk menjadi bagian dari Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang. Kampung kecil di pesisir Batam ini berada di pulau yang sama dengan Pulau Abang, hanya letak keduanya saling memunggungi.
Penulis beberapa kali sampai di pulau yang memiliki akses darat ke Kantor Lurah Kelurahan Pulau Abang ini. Masyarakatnya rata-rata adalah nelayan, mereka memanfaatkan laut yang masih ramah dengan alat tangkap berupa jaring, pancing, bubu dan kelong.
Suasana sore hari di kampung ini begitu teduh, matahari yang tenggelam di bagian belakang pulau, menyisakan pendar yang menyebar di sisi pulau.
Baca juga: Karas, Pulau di Pesisir Batam Tempat Penyu Bertelur
Di balik keteduhan itu, ternyata Air Saga punya energi besar. Speedboat fiber dengan mesin tempel 15 Paardenkracht (PK), selain dipakai untuk aktivitas nelayan menangkap hasil laut, ternyata juga digunakan sebagai tunggangan untuk perlombaan.
Armada ini menggeser aktivitas masyarakat pesisir yang semula menggunakan tenaga secara tradisional untuk bepergian. Menggantikan peran bilah-bilah kayu dayung dengan kipas mungil bertenaga mesin.
Menampilkan perubahan berbagai sisi. Dari semakin mudahnya kerja manusia; semakin luas jangkauan area tangkap nelayan; namun juga memaksa nelayan lebih eksploratif karena porsi kebutuhan untuk operasional semakin tinggi.
Dan di sini, penulis beruntung bertemu dengan salah satu anak yang ikut berlomba sejak usianya remaja. Ia sangat menggilai adu cepat di laut. Hari-harinya dihabiskan berlatih di laut depan rumahnya bersama Black Metal, nama speedboat yang ia tunggangi ketika balapan.
Niko dan Black Metal pasangan ideal, selalu bersama. Ia rutin menjaga lambung speedboat 16 kaki itu, membersihkannya dari lumut seminggu sekali. Mengangkatnya ke galangan agar tidak mengalami benturan ketika ketika kondisi perairan kurang bersahabat.
Niko tahu semua detail tentang speedboat racing ini, juga mesin 15 PK yang menggerakkannya. Sedikit saja perubahan, bisa langsung ia rasa. Maka jangan heran kalau banyak yang memanggilnya dengan “Niko BM” Niko Black Metal.
Cerita tentang dia akan coba penulis rangkum dalam tulisan singkat ini. Bagaimana ia memulai perjalanan menjadi pebalap jet air versi orang pulau di pesisir Batam; dukungan keluarga atas hobi yang penuh resiko itu; bagaimana ia, keluarga, dan masyarakat pesisir melihat kegiatan lomba speedboat ini dan bagaimana posisi pemerintah daerah terhadap budaya olahraga masyarakat pesisir ini.
Kedatangan pertama penulis di Pulau Air Saga terjadi pada pertengahan Juli 2021 lalu. Saat itu, penulis sudah langsung bertemu dengan Stiven Januarta, remaja yang penulis maksud. Usianya baru menjelang 17 tahun, tubuhnya tinggi tapi tak cukup berisi untuk ukuran ideal menurut penulis.
Kami berbincang lebih lama pada pertemuan kedua, sekitar 10 hari setelahnya. Niko, begitu ia disapa, mengaku sudah lekat dengan speedboat sejak ia belum masuk sekolah dasar (SD). Ia selalu turun dari pelantar rumahnya untuk sekedar duduk dan membuang air dan sampah yang ada di speedboat milik ayahnya.
Saat duduk di kelas 3 SD, anak sulung ini sudah bisa mengemudikan speedboat, walaupun masih dalam pengawasan ketat ayahnya, Andi Talata (38).
Andi mengaku awalnya khawatir dengan kesenangan anaknya. Namun, melarang Niko untuk tahu tentang speedboat bukan pilihan yang ia ambil. Andi justru memberi ruang untuk anaknya belajar, memberinya pemahaman teknis tentang safety ketika menakhodai speedboat dengan kapasitas penumpang dua orang ini.
“Sebagai orangtua khawatir awalnya, makanya diajarkan safety-nya. Sebelum dilepas, betul-betul disiapkan,” kata Andi bercerita.
Dukungan dari orangtuanya, benar-benar Niko manfaatkan. Ia hampir setiap hari membawa speedboat ayahnya mengitari laut Air Saga. Bertahun-tahun mengendarai speedboat membuatnya mahir di usia yang masih sangat belia.
Rencana untuk ikut dalam lomba speedboat pun mulai ia bicarakan dengan ayahnya. Walaupun Niko belum punya pengalaman selain hanya berkendara di sekitar rumahnya.
Baca juga: Mencoba Transportasi antar Pulau di Pesisir Batam, Semakin Nyaman Berkunjung ke Pulau Karas
Andi menolak permintaan Niko untuk ambil bagian dalam gelaran lomba speedboat yang Andi taja di Air Saga beberapa tahun lalu. Alasannya masih pada kekhawatiran kalau Niko akan celaka di ajang adu cepat penuh resiko itu.
Untuk diketahui, gelaran lomba speedboat dilakukan dengan cara adu cepat mengitari trek untuk beberapa kali puratan. Jumlah putaran tergantung kebijakan penyelengara lomba. Nakhoda yang tercepat akan menjadi pemenang lomba.
Agar bisa mengitari trek dengan cepat, nakhoda harus punya teknik dan nyali untuk melakukan manuver berbahaya saat menikung melewati titik awal dan akhir trek. Insiden speedboat karam, tabrakan ketika lomba dan gesekan biasanya terjadi di titik tersebut. Belum lagi ada intrik atau siasat yang dilakukan oleh lawan untuk menang dalam satu perlombaan.
“Jelas ketika ikut lomba speedboat, itu resiko tinggi. Saya khawatir sampai pertama akan ikut balap, saya larang. Padahal sudah saya belikan speed boat khusus untuk lomba. Saya bilang kalau mau tanding harus latihan dulu,” kata Andi lagi.
Andi turun langsung mengasah mental Niko. Ia bawa anak sulungnya itu melewati perairan bergelombang, bermanuver sampai-sampai Niko pucat karena takut.
Bukannya jera, Niko justru makin berani. Ia menikmati hari-hari berlatih. Pagi, siang dan sore mencoba berbagai manuver berbahaya.
Andi mengaku ngilu ketika melihat manuver yang dilakukan anaknya saat latihan.
Tampil Perdana
Lomba pertama Niko berlangsung di Pulau Sembur, Kelurahan Galang Baru, Kecamatan Galang. Saat itu usia Niko baru 15 tahun, ia menjadi yang termuda dan sempat dipertanyakan panitia.
Andi mengaku tidak tahu kalau Niko ternyata betul-betul ikut dalam gelaran di sana. Malam sebelum pertandingan, Niko hanya mengabari ingin ikut lomba. Paginya, speedboat yang tersandar di pelantar rumahnya sudah tidak ada.
Informasi selanjutnya, Niko mengabari kalau dia mendapat peringkat dua, mengalahkan puluhan peserta lain. Andi juga sempat dihubungi kawannya, memastikan kalau anaknya sudah mendapat izin untuk ikut serta dalam perlombaan yang berakhir manis tersebut.
Pengalaman pertama tersebut, menjadi lampu hijau buat Niko pada gelaran lomba-lmba berikutnya. Ia kembali ikut lomba di Pulau Petong, Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang, dan ke beberapa daerah lain.
Niko menjalani proses yang tidak sebentar untuk sampai di titik ini. Melalui latihan teknik, fisik dan mental bertahun-tahun. Berkat itu, tekanan berat saat menjalani lomba bisa diatasi.
Ia pernah dikepung peserta yang kompak ingin mengalahkannya saat bertanding di Pulau Petong. Tekanan itu Niko balas dengan manuver agresif, di usianya yang masih remaja, ia tidak ragu berbenturan hingga membuat lawan satu per satu tersisih.
Bagaimana Niko dan kesenangannya ini, akan disampaikan dalam tulisan berikutnya.