
Nilai tukar rupiah edisi hari ini diprediksi masih dibayangi oleh penguatan dolar AS pada perdagangan awal pekan ini, Senin (11/7/2022).
EDISI.CO – Edisi nilai tukar rupiah berpotensi menguat terhadap hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (22/6/2022), meneruskan tren perdagangan sebelumnya.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pada Rabu (22/6/2022), rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif, tetapi ditutup menguat tipis di rentang Rp14.790-Rp14.840 per dolar AS.
Kemarin, rupiah ditutup naik 23,5 poin atau 0,16 persen ke level Rp14.812 per dolar AS.
Indeks dolar di pasar spot tercatat melemah 0,58 persen ke level 104,09.
Sementara itu, mata uang Asia lainnya ditutup bervariasi yakni yen Jepang yang melemah 0,11 persen, won Korea Selatan yang melemah 0,13 persen, yuan China yang melemah 0,06 persen, dan ringgit Malaysia menguat 0,04 persen. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka
Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar melemah terhadap mata uang lainnya di Selasa, (21/6/2022) karena investor mengawasi sikap dari bank sentral utama untuk mengekang inflasi.
“Bank sentral utama mengambil tindakan untuk menjinakkan inflasi dan menaikkan suku bunga, menambah kekhawatiran investor tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi,” kata Ibrahim dalam risetnya, Selasa (21/6/2022).
baca juga: Nilai Tukar Rupiah Ditutup Rp14.566 di Akhir Pekan Ini
Ibrahim menuturkan pelaku pasar mengapresiasi kinerja pemerintah tentang utang luar negeri yang menyusut di tengah banyak negara diambang kebangkrutan akibat konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan menjadikan harga komoditas melonjak.
Dengan lonjakan harga tersebut maka Indonesia mendapatkan keuntungan dan berkah.
Hal ini berimbas terhadap utang pemerintah yang semakin sehat disebabkan oleh penurunan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Hal tersebut tentu menjadi kabar baik, mengingat ke depan risiko akan melonjaknya utang menjadi sangat tinggi,” ucapnya.
Rasio utang terhadap PDB saat ini adalah 39 persen dengan nominal utang mencapai Rp7.040,32 triliun.
Dengan penerimaan yang kuat dari lonjakan harga komoditas, rasio utang terhadap PDB telah turun 13 persen.(*)