EDISI.CO, JAKARTA- Persoalan terkait dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi masuk dalam enam laporan Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia kepada Dewan HAM PBB 2022.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, mengatakan lembaganya sudah mengirim laporan itu 30 Maret 2022. Taufan menjelaskan sedikitnya 6 poin utama yang disampaikan Komnas HAM dalam laporan tersebut.
Baca juga: 71,9 Persen Nakes Kelelahan, Juga Dihadapkan pada Tekanan Ekonomi
- Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
Laporan Komnas HAM Indonesia terkait dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi ini antara lain terkait UU ITE yang dinilai mempersempit ruang kebebasan sipil. Dalam menjawab hal tersebut pemerintah harus menjawab sesuai dengan progress yang ada.
“Misalnya, nanti pemerintah menjawab Presiden RI telah memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk melakukan review. Kemudian apa hasil reviewnya? Jika usulannya revisi (UU ITE, red) pasal yang mana? Apakah sudah sesuai dengan prinsip kebebasan berpendapat dan berekspresi atau tidak?” kata Taufan dalam diskusi bertema Strenthening The Role of Multistakeholder on the Fulfilment of Human Rights in Indonesia, di Jakarta, Senin (18/7/2022) seperti termuat dalam laman hukumonline.com edisi Senin, 18 Juli 2022.
- Hak untuk Hidup
Taufan menegaskan hak untuk hidup merupakan hak dasar yang tidak bisa ditawar. Dia menjelaskan selama ini Komnas HAM selalu dikritik kenapa menolak hukuman mati. Sikap Komnas HAM tegas menolak hukuman mati karena itu merupakan hak dasar yang tidak dapat dikurangi.
Faktanya, sampai saat ini pemerintah belum mampu menghapus ketentuan pidana mati. Tapi Taufan mencatat ada beberapa kemajuan yang dapat disampaikan kepada dewan HAM PBB nanti di forum UPR seperti moratorium hukuman mati yang dilakukan pemerintah walau tidak secara formal. Kemudian, RUU KUHP mengatur hukuman mati tidak serta merta bisa langsung dikenakan.
Baca juga: 30 Mafia Tanah Jadi Tersangka, Menteri ATR/BPN Komitmen Berantas Mafia
- Hak untuk tidak disiksa dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.
Misalnya, fenomena overcrowding di lapas, rutan, dan rudenim. Kasus penyiksaan tahanan di kepolisian untuk kepentingan investigasi masih banyak ditemukan.
- Melawan impunitas.
Taufan mencatat masih banyak kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas. Dari 13 kasus pelanggaran HAM berat yang sudah melalui proses penyelidikan Komnas HAM hanya 1 yang bisa diproses sampai pengadilan yakni kasus Paniai.
“Dalam 20 tahun, baru ini (kasus Paniai, red) pelanggaran HAM berat yang masuk pengadilan,” ujarnya.
- Kebebasan beragama dan Berkeyakinan.
Menurut Taufan, Komnas HAM banyak menerima pengaduan kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan, antara lain soal pendirian rumah ibadah. Posisi Kementerian Agama dalam menyelesaikan persoalan kebebasan beragama dan berkeyakinan juga belum tegas karena perannya terutama di daerah masih ditentukan oleh majelis ulama.
“Padahal tegas yang bertanggung jawab dalam perlindungan dan penghormatan HAM adalah negara dalam hal ini Kementerian Agama,” imbuhnya.
Baca juga: Indonesia Pulangkan 17 ABK Kapal Ikan Vietnam Tak Tersangkut Hukum
- Melawan Perbudakan dan Perdagangan Orang.
Taufan berpendapat sampai saat ini masih ditemukan kasus perbudakan dan perdagangan orang. Bahkan, dalam beberapa kasus pelakunya aparat negara (kasus Langkat).
Masih dari laman yang sama, pelaksanaan HAM di Indonesia akan ditinjau oleh PBB melalui mekanisme Universal Periodic Review (UPR) pada November 2022. Koalisi organisasi masyarakat sipil telah menyampaikan laporan alternatif sebagai pembanding dari laporan yang disampaikan pemerintah Indonesia ke PBB.
Selain itu, lembaga independen, seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan juga telah menyampaikan laporan serupa.