EDISI.CO, KESEHATAN– Harapan hidup sehat yang rendah dan kesenjangan menjadi tantangan baru sector kesehatan di Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Peneliti biostatistik dan surveilans penyakit Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) Iqbal Elyazar seperti termuat dalam tulisan Ahmad Nurhasim di theconversation.com edisi 16 Agustus 2022.
Dalam tulisan Ahmad Nurhasim berjudul “Data Bicara: kenapa usia harapan orang Indonesia naik 80% dalam 70 tahun terakhir tapi harapan hidup sehat rendah?” tersebut, persoalan harapan hidup sehat rendah dan kesenjangan berada di bagian akhir. Sementara bagian awal tulisan menggambarkan kenaikan signifikan usia harapan hidup di Indonesia.
Baca juga: Mendorong Layanan Kesehatan Presisi Melalui BGSi
Berdasarkan data Global Burden of Disease Study 2019, rata-rata angka harapan hidup sehat (HALE) Indonesia itu 63 tahun pada 2019, lebih tinggi dibanding pada 1990 yang 56 tahun. Angka ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara G20 lainnya seperti Jepang (74), Australia (70), Cina (69), Amerika Serikat (65), dan Brasil (65).
Namun jika dibandingkan dengan upaya mengatasi masalah kesehatan selama 30 tahun ini, angka harapan hidup sehat (HALE) Indonesia naik 7 tahun. HALE Cina juga naik 9 tahun dan Brasil 7 tahun.
Menurut Iqbal, angka ini setidaknya mengindikasikan kerja keras yang melatarbelakangi perubahan derajat kesehatan yang dramatis tersebut.
Baca juga: Jokowi Ingatkan Warga Pontianak Tidak Perlu Berobat ke Luar Negeri
Soal upaya memperkecil kesenjangan kualitas hidup antara barat dan timur Indonesia juga menjadi tantangan. Iqbal mencontohkan di Papua harapan hidupnya 65 tahun. Angka harapan hidup di sana lebih rendah 6 tahun dibandingkan rata-rata nasional.
Angka harapan hidup di Papua kurang lebih setara dengan Papua Nugini (65 tahun) dan Afghanistan (65), negara yang dilanda konflik berkepanjangan.
Angka harapan hidup sehat (HALE) Papua pun hanya 57 tahun, kurang lebih sama dengan dua negara tersebut. Di Papua pada 1990, beban penyakit menular, masalah ibu dan anak serta nutrisi, lebih tinggi 60% dibandingkan dengan penyakit tidak menular.
Namun pada 2019, beban ini berpindah karena 40% beban penyakit tidak menular yang lebih banyak.
“Perubahan beban ini setidaknya mengindikasikan perlunya intervensi kesehatan masyarakat yang bersifat lokal namun massif untuk segera menyelesaikan masalah penyakit menular, kesehatan ibu dan anak serta nutrisi,” ujar Iqbal.
Baca juga: Menkes RI Inisiasi 6 Jenis Tranformasi Bidang Kesehatan
Jadi, Indonesia perlu kerja lebih keras lagi untuk secepatnya menyelesaikan masalah penyakit infeksi, kesehatan ibu, dan anak serta nutrisi.
Selain itu, memang tidak dapat dimungkiri, masalah kesehatan akibat penyakit tidak menular menjadi masalah kesehatan utama Indonesia. Jika masalah tidak diatasi, hal ini menurunkan kualitas kehidupan penduduk: usia hidup harapan naik tapi didera sakit berkepanjangan.