EDISI.CO, NASIONAL– Capaian skor Indeks Demokrasi Indonesia sebesar 6,71 pada Indeks Demokrasi Global 2022. Angka ini sama dengan tahun sebelumnya. Namun demikian, ranking Indonesia di tingkat global turun dari 52 pada 2021 menjadi 54 pada 2022. Artinya Indonesia kini mengalami fenomena stagnasi, bahkan regresi atau kemunduran demokrasi.
Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong, mengatakan Indonesia kalah dari Malaysia, Timor Leste dan Filipina, meskipun negara-negara tersebut juga tergolong demokrasi tidak sempurna.
“Pengukuran yang dilakukan oleh The Economist Intelligent Unit (menunukkan) domokrasi Indonesia tergolong flawed democracy atau demikrasi tidak sempurna, ada kekurangan di sana sini. Bahkan di Kawasan Asia Tenggara tahun lalu kita kalah dari Malaysia, Timor Leste serta Filipina. Meskipun negara-negara sahabat itu masih tergolong demokrasi yang tidak sempurna juga,” ujar Usman dalam acara Forum Literasi Demokrasi bertajuk “Demokrasi Damai Di Era Digital” yang di gelar di Surakarta, Provinsi Jawa Tengah pada Rabu (22/2/2023) seperti termuat dalam laman infopublik.id edisi Kamis (23/2/2023).
Baca juga: Jerman Pantau Batam
Usman mengatakan, berdasarkan pembahasan di Bali Democracy Forum pada 8 Desember 2022 lalu, penyebab stagnan atau regresi demokrasi itu adalah disinformasi di media sosial.
Disinformasi itu adalah informasi yang sengaja dibuat untuk mendistorsi opini publik tentang suatu peristiwa yang dijadikan objeknya.
Untuk menanggulangi terulangnya disinformasi atau hoaks, tambah Usman, diperlukan literasi digital, yang merupakan tugas Kementerian Kominfo.
Dalam hal itu, Kementerian Kominfo memiliki strategi hulu, tengah dan hilir. Untuk bagian hulu, Kominfo menjalankan program yang dinamakan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) atau disebut juga langkah preventif edukatif.
GNLD sendiri memiliki empat pilar, yakni keterampilan digital (digital skill), etika digital (digital ethics), budaya digital (digital culture), dan keamanan digital (digital safety).
“Jadi dalam menggunakan media sosial, Kominfo mengedukasi masyarakat untuk tidak membuat disinformasi,” tutur Usman di laman yang sama.
Pada bagian tengah, Kementerian Kominfo melakukan penurunan (take down) konten-konten hoaks atau disinformasi dan melakukan kontra narasi,
Baca juga: Jurnalis dan Upaya Cegah Informasi Hoaks di Tahun Politik
Sedangkan bagian terakhir yang terakhir adalah penegakan hukum, yang dilakukan oleh aparat kepolisian, karena Kementerian Kominfo hanya berurusan dengan konten bukan dengan pelaku atau pembuat kontennya.
Dalam prosesnya, Kominfo sering dimintakan kesaksian ataupun barang-barang bukti di media sosial oleh polisi untuk bahan penyelidikan dan penyidikan.
“Marilah kita menggunakan ruang media sosial secara sehat berisi konten-konten yang produktif kemudian juga positif kritis tentu saja harus dia jangan mengisinya dengan hal-hal yang negatif atau konten-konten yang dilarang,” pungkas Usman Kansong.