EDISI.CO, KEPRI– Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Kepulauan Riau (Kepri) menerima memori banding Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Batam dan membebaskan terdakwa dalam perkara Nomor: 446/Pid.B/2023/PN.Btm. Perkara Nomor: 446/Pid.B/2023/PN.Btm dinyatakan nebis in idem dan membatalkan Putusan PN Batam, untuk selanjutnya membebaskan Herbet Marolop Simanjuntak selaku terdakwa, dari seluruh dakwaan JPU.
Ada dua memori banding yang diajukan LBH Mawar Saron Batam atas nama Herbet Marolop Simanjuntak. Pihak LBH Mawar Saron Batam masih menunggu putusan banding satu perkara lainnya, dan harapannya putusan tersebut sama dengan sebelumnya.
Direktur LBH Mawar Saron Batam, Mangara Sijabat, menuturkan Herbert didakwa dengan tiga tindak pidana dan tiga putusan pidana, yakni Pelaku Judi Domino; Judi Sie Jie/Togel; dan sebagai penyedia judi di warungnya sebagaimana diatur dalam pasal 303 KUHP. Vonis hakim dari masing-masing perkara tersebut, dengan pidana satu tahun penjara, sehingga total Herbert harus menjalani tiga tahun penjara.
Herbet Marolop Simanjuntak, merupakan masyarakat yang mendapatkan pendampingan hukum secara gratis oleh LBH Mawar Saron Batam. Ia ditangkap dan ditahan oleh tim dari Polda Kepri di kedai kopi miliknya di Batam pada 1 April 2023 lalu.
Saat itu, tim Polda Kepri melakukan razia, ternyata di warung miliknya didapati orang-orang yang sedang bermain Judi Domino; Sie Jie/Togel; dan Ludo King, dengan taruhan Rp1.000 dan Rp2.000. Aktivitas ini untuk mengisi waktu saat minum kopi di warung kecil milik terdakwa. Terdakwa dan warga lain ditangkap dan dibawa ke Polda Kepri saat itu.
Terdakwa dihadapkan ke persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam dengan tiga dakwaan yang berbeda, padahal masih dalam satu peristiwa tindak pidana yang sama, yaitu saat terdakwa ditangkap di warungnya pada 1 April 2023 lalu.
“Kami tim kuasa hukum dari LBH Mawar Saron Batam menilai putusan tersebut sangatlah tidak memiliki rasa keadilan kepada terdakwa,” kata Mangara.
Pada dasarnya, telah diketahui berdasarkan fakta persidangan bahwa terdakwa seharusnya hanya didakwa dengan satu dakwaan pidana saja, yaitu tempat warung milik terdakwa dijadikan tempat judi oleh para pengunjung yang datang sambil minum kopi. Namun JPU mendakwa dengan tiga dakwaan pidana yang berbeda, padahal masih dalam satu peristiwa perbuatan pidana baik secara waktu (locus) maupun tempat (tempus).
Pihaknya menilai dakwaan JPU sangat tidak cermat. Hal tersebut juga terlihat dari argumentasi fakta maupun argumentasi hukum yang sudah LBH Mawar Saron Batam sampaikan dalam eksepsi maupun pledooi/nota pembelaan. Mereka meyakini perkara ini nebis in idem atau masih sama dengan perkara lain sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (1) KUHAP. Seharusnya pasal yang diterapkan yaitu yang ancaman pidana tertinggi saja yang diterapkan sebagaimana diatur dalam pasal 63 ayat (1) dan (2) KUHP.
Baca juga: Batam akan Terima 66 Persen Hasil Pajak Kendaraan mulai 2025 Mendatang
“Amat kami sayangkan majelis hakim pada PN Batam yang mengadili perkara ini sangat tidak mempertimbangkan fakta-fakta tersebut, seakan akan hatinya tertutup bagi sebuah keadilan atas dakwan yang tidak jelas dan kabur dari JPU. tersebut dan menjatuhkan vonis pidana masing-masing 1 tahun untuk ketiga perkaranya.”
Tim LBH Mawar Saron Batam menilai dan menduga ada kesesatan berpikir secara logika hukum dalam pertimbangan putusan Majelis hakim tersebut. Sehingga mengajukan banding atas dua perkara, yaitu perkara Nomor: 444/Pid.B/2023/PN Btm dan Nomor: 446/Pid.B/2023/PN.Btm. Pihaknya menilai dua perkara ini nebis in idem atau sama terhadap satu perkara lagi yaitu Nomor: 445/Pid.B/2023/PN Btm yang menjerat Herbert.
Diterimanya memori banding untuk perkara Nomor: 446/Pid.B/2023/PN.Btm ini, kata Rio Ferdinan Turnip, tim LBH Mawar Saron Batam, menjadi pelajaran bagi JPU dalam melimpahkan perkara ke pengadilan, mengingat JPU bertugas sebagai pengendali perkara (dominus litis) haruslah melihat aspek keadilan dan penerapan hukum berdasarkan fakta dalam menerima perkara. Bukan semata hanya naluri untuk menghadirkan terdakwa agar dipidana.
“Seharusnya Jaksa dan Polisi dari awal sudah dapat memilah perkara ini, apakah masih dalam satu perkara, sehingga juga dibuat jadi satu perkara saja. Bukan malah seakan direkayasa dan dibuat malah menjadi tiga perkara dalam satu peristiwa pidana yang sama.”
Kondisi ini diyakini menjadi pembelajaran untuk penegak hukum lainnya, untuk lebih profesional lagi dalam menjalankan tugasnya menegakkan hukum. Agar tidak ada lagi ada Herbet Marolop Simanjuntak yang lain. Perkara ini kiranya dapat menjadi Yurisprudensi ke depannya.