EDISI.CO, BATAM– Pengadilan Negeri (PN) Batam menyidangkan Perkara Pidana Nomor: 935/Pid.B/2023/PN Btm dengan agenda pembacaan tanggapan JPU (Replik) atas Nota Pembelaan Para Terdakwa pada Rabu (13/3/2024).
Perkara ini terkait bentrokan 11 September 2023 dalam Aksi Bela Rempang di Kantor BP Batam. Dalam sidang ini Jaksa Penuntut Umum menuntut 26 orang Terdakwa dengan pidana penjara waktu tertentu secara variatif. Satu orang 3 bulan, sepuluh orang 10 bulan, dan lima belas orang 7 bulan.
Sebenarnya, Pengadilan Negeri Batam juga dijadwalkan melakukan agenda serupa untuk Perkara Pidana Nomor: 937/Pid.B/2023/PN Btm dengan agenda pledoi dari Terdakwa lain oleh Penasihat Hukumnya.
Direktur LBH Mawar Saron Batam, yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional Untuk Rempang, penasihat hukum dari enam belas terdakwa, mengatakan sangat janggal melihat delapan terdakwa yang dari awal didampingi-mulai dari penyidikan sampai menjelang akhir persidangan sangat konsisten membantah baik keterangan para saksi-saksi maupun pertanyaan Majelis Hakim, akhirnya mengakui tuduhan kepada mereka.
Bahwa ke-8 terdakwa awalnya mengatakan tidak melakukan perbuatan pidana seperti yang didakwakan kepada mereka, bahkan dalam beberapa kali persidangan mereka sangat tegas membantah tuduhan yang diarahkan kepada mereka.
Hakim, jaksa, maupun penasehat hukum bahkan sering menanyakan terkait hal tersebut.
“Justru menjadi janggal di akhir persidangan ini, tinggal satu sidang lagi untuk putusan, tiba-tiba mereka mengaku. Kami mencurigai ada sesuatu hal yang membuat mereka mengakui sesuatu hal yang dari awal mereka bantah dan tidak ada melakukan perbuatan pidana,” kata Mangara.
“Apakah ada dugaan mereka ini ada yang menyuruh dan tertekan, mudah-mudahan hal tersebut tidak benar, karena kalau sampai benar, akan menjadi preseden buruk, semuanya nanti kembali kepada majelis hakim menilai dalam mengadili perkara ini.”
Sopandi, salah satu advokat Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, menambahkan pihaknya ingin menegaskan kepada publik, bahwa selama ini mereka terus menerus berinteraksi dengan terdakwa.
Pengakuan ke-8 terdakwa secara tiba-tiba dengan meneteskan air mata, kata Sopandi, menyiratkan bahwa terdakwa mangakui hal yang mungkin tidak mereka perbuat.
“Hal ini membuat kami yakin ada banyak dugaan tekanan yang mereka rasakan. sampai saat ini, kami masih bertahan memperjuangkan mereka karena keyakinan mereka tidak melakukan apapun. Sampai kita sebagai pengacara mereka menahan segala macam rayuan. Ada upaya untuk mengikuti keinginan seseorang yang dilakukan melalui ketua organisasi advokat yang ada di Batam,” kata Sopandi.
Baca juga: 8 Terdakwa Kasus Rempang Tiba-Tiba Mengaku, Tim Advokasi Sudah Duga
Pihaknya menduga ada kaitan rayuan tersebut yang membuat kedelapan terdakwa akhirnya mengakui yang tidak mereka lakukan dalam persidangan.
“kami akan membuka cerita ini semua pada akhirnya nanti. Karena sudah selalu kami ingatkan untuk tidak terus berupaya mengintimidasi klien kami.”
Nofita Putri Manik, advokat yang juga tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, menyebutkan persidangan yang digelar pada Rabu tanggal 13 Maret 2024 tersebut adalah persidangan yang mempertontonkan kepada masyarakat bagaimana akhirnya delapan terdakwa harus mengakui bahwa mereka bersalah.
Proses itu terjadi setelah Ketua Majelis perkara a quo, David P Sitorus, menggunakan kewenangan karena jabatannya untuk membuka kembali sidang yang dinyatakan telah ditutup sesuai dengan ketentuan Pasal 182 ayat (2) KUHAP. David beralasan tim penasihat hukum ke-8 terdakwa masih meyakini dan menyampaikan pembelaan. Meyakini para terdakwa tidak pernah melakukan dugaan tindak pidana yang dituntut kepada mereka.
“Hal ini tentu menjadi sangat menggelitik dan janggal bagi kami. Bagaimana akhirnya majelis hakim merasa kami menaruh curiga atas persidangan yang sedang mereka periksa dan sidangkan tersebut. Apakah salah kami tim penasihat hukum dalam pembelaan kami, meminta putusan bebas bagi ke-8 terdakwa tersebut???.”
Novita melanjutkan, ada tanda tanya besar pihaknya, bahwa setelah ke-8 terdakwa mengakui bersalah, Ketua Majelis perkara a quo, David P Sitorus membatalkan dan tidak menjalankan kewenangannya sebagaimana yang termuat dalam Pasal 182 ayat (2) tersebut.
Dalam persidangan tersebut juga, ketua majelis perkara a quo menyampaikan akan bermusyawarah dan akan memutus perkara ini pada Senin, tanggal 25 Maret 2024. Ia sempat menyampaikan untuk tidak buru-buru karena masa penahan masih panjang.
“Hal ini jelas sangat mencederai asas Hukum Acara Pidana dalam KUHAP, dimana seharusnya persidangan itu menggunakan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan agar memberikan perlindungan dan memberikan kepastian hukum kepada para Terdakwa. Apabila hal ini tidak dijalankan oleh Majelis Hakim sama saja Majelis Hakim merenggut Hak Asasi Manusia para Terdakwa,” tutup Nofita.