EDISI.CO, BATAM– Ombudsman RI menyambangi beberapa kampung di Pulau Rempang pada Selasa (21/5/2024) hari ini. Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro, ambil bagian dalam kunjungan Ombudsman RI menemui warga Kampung Pasir Panjang di Kelurahan Rempang Cate dan Kampung Sembulang Hulu di Kelurahan Rembulang.
Salah satu warga Rempang menuturkan rombngan Ombudsman RI mengawali kunjungan ke Kampung Pasir Panjang. Kemudian melanjutkan perjalanan menggali informasi terkini di Pulau Rempang ke Kampung Sembualang Hulu.
“Mereka (Rombongan Ombudsman RI) tiba di Sembulang Hulu sekitar pukul 11.30 WIB.”
Di Kampung Sembulang Hulu, perwakilan Ombudsman RI menanyakan beberapa hal kepada warga. Mulai dari data warga yang sudah setuju relokasi atau penggusuran; juga perlakuan tim terpadu yang kembali datang menemui warga.
Warga menceritakan apa yang mereka alami kepada Ombudsman RI. Mereka menjelaskan bahwa tim terpadu dari pemerintah kembali datang. Hal itu membuat mereka risau.
Walaupun tidak dengan cara melakukan intimidasi, kehadiran tim terpadu yang merayu warga membuat mereka tidak nyaman. Padahal mereka sudah memasang stiker penanda bahwa mereka menolak penggusuran atau relokasi.
“Kami jelaskan bahwa sekarang bujuk rayu yang ada,” kata salah satu warga, mengulang apa yang sebelumnya ia sampaikan keada Ombudsman RI.
Warga juga menyampaikan sikap tegas mereka yang menolak penggusuran atau relokasi. Seruan itu terus mereka sampaikan dalam banyak kegiatan yang dihadiri banyak warga. Yang terbaru, warga membentangkan spanduk berisi pesan penolakan penggusuran di laut pesisir Rempang.
Maladministrasi dalam Pengembangan Kawasan Rempang Eco City
Sebelumnya, dalam Siaran Pers Nomor 007/HM.01/I/2024 Senin, 29 Januari 2024, Ombudsman RI menyatakan temuan maladministrasi berupa kelalaian, penundaan berlarut, dan penyimpangan prosedur pada aspek perencanaan pembangunan, aspek pertanahan dan aspek penanganan atas keberatan serta penolakan warga di Pulau Rempang, terhadap pengembangan Kawasan Rempang Eco City.
Hasil dari investigasi Ombudsman, ditemukan 4 hal yang menjadi temuan.
Pertama, keberadaan Kampung Tua di Pulau Rempang yang belum ditemukan dokumen pengakuan keberadaannya, padahal, eksistensi Kampung Tua masih terlihat. Tidak adanya materi muatan tentang kampung tua pada Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 3 Tahun Kota Batam 2021, berbeda dengan Peraturan Daerah, Keputusan Walikota Batam, dan Makmulat yang terbit sebelumnya.
Baca juga: Terus Berjuang, Masyarakat Pulau Rempang Bentangkan Spanduk Tolak Relokasi di Laut
Di samping itu ditemukan tidak optimalnya upaya menetapkan batas dan penerbitan sertipikat atas tanah bagi masyarakat kampung tua. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya konsistensi dalam melestarikan nilai-nilai sejarah, budaya dan perlindungan masyarakat kampung tua khususnya di Pulau Rempang.
Kedua, status wilayah, tanah dan pengelolaan lahan yaitu yang belum diterbitkan sertipikat hak pengelolaan atas nama BP Batam, sedangkan SK Pemberian Hak Pengelolaannya saat ini masih dalam proses perpanjangan. BP Batam berkewajiban menyelesaikan permasalahan sehingga objek menjadi clear and clean.
Ketiga, penetapan Rempang Eco City sebagai bagian Proyek Strategis Nasional (PSN) terjadi dalam waktu relatif singkat yaitu berlangsung rentang Mei-Juli 2023 menunjukkan bahwa percepatan pengembangan kawasan Rempang Eco City tidak didukung dengan persiapan yang matang, baik dari regulasi, kebijakan, ketersediaan lahan yangclear and clean maupun kesiapan masyarakat di objek tersebut sehingga muncul penolakan dan konflik.
Keempat, penanganan keberatan dan penolakan masyarakat atas pembangunan kawasan Rempang Eco-City yang meliputi pengamanan oleh aparat keamanan telah menimbulkan rasa takut, tidak aman serta berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada Kepolisian atau pemerintah secara keseluruhan.
Sedangkan untuk pemenuhan hak kepada masyarakat terdampak, terdapat Perpres 78 Tahun 2023 sebagai dasar hukum bagi pemberian hak-hak bagi warga terdampak. Akan tetapi Perpres tersebut menyebutkan santunan dan tidak mengatur ganti rugi sehingga tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.