EDISI.CO, BATAM– Suara perjuangan masyarakat Rempang ikut menggema dalam Pengadilan Rakyat yang ditaja Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Universitas Indonesia (UI) pada Selasa (25/6/2024) kemarin. Persoalan agraria di Pulau Rempang menjadi hal yang diperbincangkan dalam kesaksian akademisi yang menjadi saksi ahli.
Tidak itu saja, perwakilan warga Pulau Rempang juga hadir dalam sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini. Memberikan kesaksian atas tragedi 7 September 2023 yang menyebabkan anak sekolah harus dilarikan ke rumah sakit karena paparan gas air mata; juga ditangkapnya warga dalam bentrokan tersebut.
Pada kesempatan tersebut, juga disampaikan bahwa Masyarakat Rempang terus berjuang mempertahankan ruang hidup mereka.
Antropolog Ui, Suraya Abdulwahab Afiff, mengatakan kasus agraria yang terjadi di Pulau Rempang adalah akibat dari kebijakan ekonomi pembangunan lewat penggusuran paksa. Praktek penggusuran paksa ini terjadi juga di banyak tempat lain di Indonesia dan telah terjadi sejak zaman kolonial, orde baru, hingga saat ini.
Baca juga: Mengapa tak Banyak Mahasiswa Asing yang Mau Kuliah di Indonesia?
Dampak dari proses penggusuran paksa ini, lanjut Suraya, adalah kemiskinan.
“Belum ada kasus pemindahan dan penggantian itu mensejahterakan.”
Suraya melanjutkan, pemerintah adalah pihak yang menyebabkan konflik, sehingga tidak bisa menyelesaikannya secara baik. Sehingga diperlukan membentuk lembaga penanganan konflik yang netral dan profesional. Sayangnya upaya tersebut sering kali tidak tercapai karena arogansi pemerintah itu sendiri.
“Pemerintah merasa, bahwa kalau melakukan mediasi itu, artinya pemerintah kalah. Ini yang membatasi cara menyelesaikan persoalan-persoalan ini, adalah arogansi.”
Pengadilan Rakyat yang diinisiasi Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini, untuk mengadili pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Ada sembilan dosa atau “Nawadosa” rezim Jokowi, mulai soal perampasan ruang hidup; persekusi; korupsi; militerisme dan militerisasi; komersialisasi pendidikan; kejahatan kemanusiaan dan impunitas; sistem kerja yang memiskinkan; serta pembajakan legislasi.