
EDISI.CO, BATAM– Warga dari beberapa kampung di Pulau Rempang mendatangi kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Batam pada Senin (5/5/2025). Mereka tiba di kantor Pemkot Batam sekira pukul 10.00 WIB dan diterima di ruang tunggu (Holding Room) sekitar pukul 11.00 WIB.
Wali Kota Batam, Amsakar Achmad; Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia Chandra; dan Kapolresta Barelang, Kombes Zaenal Arifin, menerima kehadiran warga di sana.
Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB), Ishak, menuturkan ia dan warga datang menemui Wali Kota Batam untuk mempertanyakan ihwal penggusuran yang dilakukan Badan Pengusahaan (BP) Batam terhadap lahan milik warga Rempang tepatnya di Kampung Tanjung Banon pada Jumat (2/5/2025).
Ishak juga mengatakan masyarakat ingin keamanan dan ketertiban kampung mereka terjaga. Sehingga ketenangan bisa kembali dirasakan warga Pulau Rempang yang tengah berjuang menjaga kampung-kampung mereka dari ancaman penggusuran.
Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah tidak menghadirkan kebijakan yang berpotensi menimbulkan gejolak di tengah masyarakat Pulau Rempang.
“Kami berkomitmen supaya warga kami tetap kondusif dan tetap aman. Kami meminta perlindungan kepada pihak berwajib termasuk wali kota Batam. Kami ingin kedamaian, keamanan dan ketertiban di Rempang itu.
Dalam kesempatan tersebut, warga Tanjung Banon yang kebun kelapa miliknya tergusur, Erlangga Sinaga, menanyakan sikap Wali Kota Batam atas kondisi yang ia alami. Ia juga ceritakan bagaimana titik peluhnya mengucur ketika merawat kebun kelapa di lahan seluas 8.737 M2 itu.
Bahwa kebun Kelapa itu ia harapkan menjadi aset untuk memenuhi kebutuhan makan dan pendidikan anak-anaknya kelak.
“Terakhir saya rawat itu tanggal satu (1/5/2025). Di tanggal dua (2/5/2025) sudah rata semua.”
Erlangga menyampaikan memang tidak berniat menjual kebun miliknya itu. Ia mengaku terkejut kebunnya tetap digusur, meskipun ia tidak mau.
Kepada pejabat yang menerima kedatangannya dan warga Pulau Rempang lain, Erlangga meminta agar Pohon Kelapa miliknya yang digusur, untuk diganti. Ia juga menyampaikan tetap tidak mau menjual tanahnya.
Moa, warga Kampung Sungai Raya di Pulau Rempang, juga bersuara. Menyampaikan keresahan bahwa kampungnya kini dilabeli kawasan Taman Buru. Itu ditandai berdirinya papan informasi dari Kementerian Kehutanan.
Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, dalam kesempatan tersebut, menyampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh Tim Terpadu Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City atau Tim Terpadu, sudah sesuai prosedur. Tim Terpadu sudah menggunakan mekanisme pemberitahuan melalui surat peringatan satu, dua, dan tiga.
Selain itu, Amsakar mengatakan skema perhitungan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) juga sudah dijalankan. Sehingga nilai ganti rugi aset warga terdampak juga sudah sesuai aturan yang berlaku.
Baca juga: Kebun Warga Rempang Digusur, Janji Tak Menggusur hanya Kata Penghibur
Lebih lanjut, Amsakar menukil Keputusan Presiden (Kepres) No. 41 tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. Bahwa lahan yang ada di Pulau Batam berada dalam pengelolaan BP Batam.
Dalam kesempatan tersebut, Siti Hawa, warga Rempang yang juga hadir di pertemuan itu, menyampaikan agar pemerintah mengakui warga yang telah turun temurun mendiami kampung-kampung di Pulau Rempang. Bahwa sejak ratusan tahun lalu, jejak keberadaan warga di sana telah terlihat
Siti Hawa mengaku kecewa dengan pemerintah yang menganggap seakan masyarakat Rempang tidak ada. Padahal mereka sudah hidup turun temurun di sana.
“Kampung kami itu kampung tua. Kami minta kampung kami itu diakui negara. Kami tertekan, kami tak dianggap seperti masyarakat Rempang, tetap digusur.”

Warga Pulau Rempang membentangkan spanduk di depan Kantor Pemkot Batam pada Senin (5/5/2025)-Edisi/bbi.
Lebih lanjut, masyarakat yang hadir juga menyampaikan bahwa mereka sudah tenang di Pulau Rempang dan tidak ingin diusik.
Selain menuturkan langsung apa yang menjadi keresahan mereka di hadapan Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, warga Pulau Rempang juga memembentangkan spanduk berisi pesan menolak penggusuran. Spanduk itu mereka bentangkan di depan kantor Pemkot Batam. Warga juga berorasi di sana.